Jumat, 04 Maret 2011

PAHAM EPIKURIANISME
(Erik M. Sila)


ABSTRAKSI

Periode setelah Aristoteles, muncullah sebuah zaman baru yang disebut jaman hellenisme. Periode ini diawali oleh kepemimpinan Alexander Agung di Makedonia (334-323). Semangat Hellenisasi Alexander Agung, memicu lahirnya berbagai macam aliran filsafat yang menawarkan pemahaman rasional atas situasi pada masa itu, sekaligus mengajarkan cara mencapai tujuan dan cita-cita hidup manusia, yaitu kebahagiaan. Epikurianisme adalah sebuah aliran filsafat yang lahir pada masa ini. Inti ajaran Epikuros yakni memberikan ketenangan batin (ataraxia) kepada manusia. Tujuan hidup manusia adalah (hedone) kepuasan, kenikmatan yang dimaknai lewat penderitaan, demi kehidupan yang kekal.


I. Pendahuluan
Setelah Aristoteles (322/1) filsafat Yunani tidak banyak mengalami perubahan yang luar biasa. Pokok-pokok persoalan yang dibahas hanyalah pengulangan dari apa yang telah dikemukakan oleh para filsuf sebelumnya. Tidak ada filsuf yang berhasil menggali dan menghasilkan sebuah pemikiran yang gemilang kecuali Plotinos.
Periode setelah Aristoteles memang memiliki kekhasan tersendiri bila dibandingkan dengan zaman sebelumnya. zaman baru tersebut dimulai oleh kepemimpinan Alexander Agung (334-323), yang mengubah secara radikal wajah bumi di wilayah Laut Tengah sampai ke India. zaman baru ini disebut zaman Hellenisme. Pada periode ini, terjadi peralihan pemikiran filsafat, yaitu dari filsafat teoretis menjadi filsafat praktis.
Epikuros adalah salah satu tokoh pemikir filsafat yang terkenal pada masa ini. Inti ajarannya ialah menyangkut kebijaksanaan hidup, yakni memberikan ketenangan batin (ataraxia) kepada manusia. Kebijaksanaan dalam memilih keinginan yang dapat memberikan kenikmatan yang berlangsung lama adalah seni hidup. Orang yang bijaksana akan lebih mengutamakan kenikmatan rohani daripada kenikmatan duniawi, walaupun harus mengalami penderitaan.
Ajaran Epikuros memiliki kesamaan dengan cara hidup kaum monastik. Bahkan ajaran Epikuros memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan religius dewasa ini. Kesamaan akan cara hidup kaum religius inilah yang mendorong penulis untuk membahas secara khusus tokoh ini.

II. Doktrin Epikurian
Epikuros lahir di Samos 342 SM. Ia mendapat pendidikan di Athena. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Demokritos. Meskipun demikian ajarannya memiliki banyak kemiripan dengan ajaran Stoa. Epikuros sebenarnya tidak tertarik dengan metafisika, ia bermaksud memberikan kebahagiaan kepada manusia. Fisika Epikuros merupakan jalan yang mempersiapkan dia masuk ke dalam etikanya.
A. Logika dan Fisika
Menurut Epikuros sumber pengetahuan manusia adalah pengalaman. Segala sesuatau yang sering dialami dapat mengakibatkan pengertian akan sesuatu yang mendasar dan mendalam. Menurut Epikuros tidak ada sesuatu yang ada dalam alam semesta ini, yang ditimbulkan oleh sesuatu yang tidak ada; dan kemudian musnah menjadi tidak ada. Yang ada adalah kekal. Dasar dari semuanya itu adalah atom. Semua benda tersusun dari atom-atom yang telah ada sejak kekal bersama-sama dengan ruang kosong. Atom-atom ini sangat kecil, sehingga tidak dapat diamati oleh panca indera.
Semua atom bergerak. Karena berat, semua atom bergerak dari atas ke bawah, sehingga seolah-olah seperti hujan atom. Tetapi kemudian terjadi ketidakteraturan diantara atom-atom tersebut, sehingga mengakibatkan pertabrakan dan penimbunan atom-atom. Gerak atom-atom tersebut berpengaruh satu terhadap yang lain. Kejadian ini menyebabkan adanya gerak, yang lebih berat bergerak ke tengah, sedangkan yang lebih ringan dilontarkan ke pinggir. Demikianlah alam semesta ini terbentuk, dan peristiwa ini tidak ada hubungannya dengan dewa-dewa.
Jiwa manusia terdiri dari atom juga, yaitu atom yang bulat dan licin, sehingga manusia dapat menangkap pengertian yang dipancarkan oleh benda lain yang sama dengan dia. Dengan demikian manusia memperolah gagasan dan pengertian dari benda tersebut. Jiwa hidup di dalam badan, sehingga tanpa badan jiwa tidak mungkin hidup.

B. Etika
Dalam etikanya Epikuros ingin memberikan ketenangan batin (ataraxia) kepada manusia. Hal ini disebabkan karena ketidaktenangan batin manusia atas tiga hal yaitu ketakutan atas murka para dewa, takut akan kematian dan takut akan nasib. Padahal perasaan takut itu sebenarnya tidak masuk akal. Dewa-dewa tidak mempunyai peranan dalam menciptakan alam semesta. Oleh sebab itu, kita tidak perlu takut kepada mereka, di dalam alam semesta ini segala sesatu tercipta oleh karena gerak atom-atom. Para dewa tidak akan mengganggu manusia. Mereka menikmati kebahagiaan kekal yang juga tidak dapat diganggu oleh siapa pun. Segala kejadian di dunia ini ditentukan oleh gerak atom. Bagaimanapun usaha kita, kita tidak dapat mengubahnya.
Setelah kematian, jiwa manusia dilarutkan kembali dalam atom-atom sehingga kembali kepada asalnya. Oleh karena itu tidak ada hukuman di akhirat. Setelah orang mati tidak ada kenikmatan dan hukuman apapun. Maut bukanlah sesuatu yang menakutkan dan bukan juga menggembirakan. Selama manusia masih hidup ia tak akan mati, sebab apabila kita mati kita tak ada lagi. Juga untuk nasib, kita tidak perlu takut, sebab tidak ada nasib.
Tujuan hidup manusia adalah (hedone) kenikmatan, kepuasan. Kenikmatan dan kepuasan akan terpenuhi jikalau segala keinginan terpenuhi sehingga tidak ada lagi keinginan akan sesuatu.

C. Hedonisme
Aliran ini mengajarkan bahwa dalam menjalani hidup di dunia yang serba tidak menentu ini, manusia harus bertindak bijaksana dalam mengendalikan hasrat dan keinginannya. Dalam hal ini Epikuros menekankan bahwa dewa-dewa tidak mempunyai peranan sedikitpun. Kehadiran Epikurian dianggap sebagai suatu aliran yang menarik karena dapat membuat hidup manusia menjadi lebih realistis: tidak perlu memikirkan tentang Tuhan, hidup setelah kematian, perlu untuk diperhatikan adalah bagaimana menjalani hidup hari ini. Epikuros bukanlah orang yang ateis tetapi dalam hal ini peranan dewa-dewa tidak ada. Mereka mengurus dirinya sendiri, sehingga tidak peduli degan apa yang dilakukan manusia. Dewa-dewa tidak akan menyusahkan manusia dan juga tidak datang menolong jika manusia memohon kepadanya. Maka percuma saja manusia menyembah dewa-dewa; sebab tidak ada penghakiman dan hukuman setelah kematian. Jadi manusia tidak perlu takut kepada kematian?.
Inti ajaran Epikuros mengenai etika adalah memberikan kesenangan dan kebahagiaan kepada manusia. Namun hal ini salah diartikan oleh manusia dewasa ini, yakni dengan mengartikan hedone secara harafiah. Apakah kesenangan itu? Banyak orang mengatakan bahwa kesenangan itu adalah cinta (love), materi (material), dan kedudukan (power). Apakah semuanya itu akan menjamin kebahagiaan manusia selamanya? Tidak, sebab semuanya itu tidak dapat memberikan kebahagiaan yang bersifat kekal, melainkan hanya bersifat sementara. Dalam hal ini, kita perlu bertindak bijaksana dalam memenuhi dan menghindari kesenangan-kesenangan yang membawa penderitaan; atau perlu mengalami penderitaan tertentu demi kebahagiaan kekal dimasa depan.
Epikuros mengatakan bahwa pada kodratnya kesenangan adalah baik, sebaliknya penderitaan adalah buruk. Tetapi kesenangan bisa mendatangkan penderitaan serta sebaliknya penderitaan bisa mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan. Orang bijak tahu artinya seni hidup, bagaimana ia dapat memenuhi keinginan yang dapat memberikan kenikmatan yang mendalam dan berlangsung lama, sekalipun harus melewati penderitaan-penderitaan. Kaum Epikurian tidak mengajarkan hedonisme berlebihan melainkan mengajarkan suatu kehidupan yang tenang dan damai. Jalan keselamatan yang diajarkan adalah suatu asketisme moderat, dengan pengendalian diri dan independensi. Ketenangan batin diperoleh apabila segala keinginan batin dipuaskan. Maka, apabila semakin sedikit keinginan seseorang akan semakin besar kebahagiaan yang dirasakan, dan sebaliknya apabila semakin banyak keiginan seseorang akan semakin banyak penderitaan yang akan ditanggungnya. Oleh karena itu, orang wajib membatasi segala keinginannya. Di sisi lain, penderitaan pada waktu tertentu dipandang sebagai jalan menuju kebahagiaan kekal. Gagasan ini yang kemudian mendapat perhatian yang lebih, dalam pewartaan Kristen mengenai makna penderitaan dan salib yang harus ditanggung demi kebahagiaan hidup yang kekal.

D. Tanggapan
Dalam sejarah filsafat, Epikurianisme dipandang jelek dari banyak pihak. Hal dapat dilihat dari ajaran Epikuros yang mengatakan bahwa: hidup itu realistis, nikmatilah hidup sebab besok kamu akan mati. Artinya, tidak perlu berpikir jauh-jauh, jangan takut kepada kematian, nikmatilah hidup ini, bersikaplah realistis dalam hidup sejauh itu positif dan dapat memberikan kebahagiaan. Hedonisme Epikurian dianggap memberikan ajaran yang sesat, sebab lebih mementingkan kenikmatan jasmani daripada kenikmatan rohani. Namun, hal ini tidaklah tepat seperti anggapan banyak orang. Copleston mengatakan bahwa “Filsafat Epikurianisme bukanlah filsafat para pahlawan serta tidak memiliki keagungan moral kepercayaan Stoa. Namun, ia bukan egois dan tidak asusila sebagaimana anggapan orang”. Epikurianisme ingin memberikan kebebasan serta ketenangan batin kepada manusia atas ketakutan-ketakutan yang membelenggunya. Akan tetapi, justru disitulah ajaran Epikuros dan kawan-kawanya dianggap kurang memadai. Apakah manusia sanggup manemukan kebahagiaan di tengah-tengah dunia yang diliputi dengan perang seperti dunia dewasa ini? Sikap-sikap moral yang paling mendasar seperti tanggung jawab, kewajiban, keadilan serta sikap rela berkorban demi sesama manusia tidak diajarkan dalam etika Epikuros. Apakah kebahagiaan seperti yang diajarkan oleh Epikuros dapat tercapai kalau manusia hanya bersikap munafik dan menutup diri terhadap tanggung jawab bersama? Itukah kebahagiaan yang dimaksudkan oleh Epikuros? Manusia harus membuka diri, menyadari akan keterbatasannya serta menjadikan dirinya sebagai berkat bagi sesama. Kita harus menyadari bahwa kita membutuhkan orang lain dalam hidup kita, dan sebaliknya orang lain juga membutuhkan kita dalam hidup mereka.
Ajaran Epikuross bukanlah suatu ajaran yang jahat. Namun ajarannya khususnya mengenai kemanusiaan terlalu sempit untuk menjelaskan arti kebahagiaan yang sesungguhya.

III. Penutup
Ajaran Epikuros bukanlah suatu aliran yang sesat. Ia hanya ingin memberikan ketenangan batin (ataraxia) kepada manusia. Hal ini dapat dimengerti dari konteks masyarakat Yunani pada waktu itu. Mereka memiliki ketakutan yang besar kepada dewa-dewa. Menurut Epikuros ketakutan-ketakutan seperti inilah yang menghalangi manusia untuk menikmati kesenangan dan kebahagiaan hidup.
Etika Eopikurian bertujuan mengarahkan manusia kepada kenikmatan atau kepuasan (hedone). Makin sedikit keinginan seseorang semakin banyak kebahagiaan yang ia peroleh; dan sebaliknya semakin banyak keinginan seseorang semakin besar penderitaan yang akan ditanggungnya. Oleh sebab itu, setiap orang harus berusaha meminimalisir segala keinginannya sehingga, ia dapat mencapai kebahagiaan sempurna, meskipun harus mengalami penderitaan-penderitaan tertentu.
Bagi orang Kristen penderitaan dan salib adalah jalan yang harus dilalui oleh setiap orang untuk mencapai kebahagiaan yang kekal. Misteri penderitaan dan salib inilah yang kemudian menjadi inti dari warta keselamatan. Pemahaman demikian telah dimulai dan dihidupi oleh kaum monastik sejak abad pertama Gereja.
Epikuros mengatakan bahwa, dalam ketenangan batin yang bersifat rohanilah terletak kebahagiaan. Untuk mencapai kebahagiaan itu, kita harus meminimalisir segala keinginan sehingga tidak mendatangkan banyak penderitaan. Di sisi lain, kita harus mengalami penderitaan tertentu agar kita dapat mencapai kebahagiaan kekal. Mengenai arti penderitaan Yesus pernah bersabda: “barang siapa yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku” (Mat 16:24). Jadi, setiap orang yang mau mengikuti Yesus, ia harus menderita sebagaimana Ia telah menderita dan wafat, bahkan sampai wafat di salib.














DAFTAR PUSTAKA

Bbrouwer, M. A. W dan Heryadi. Sejarah Filsafat Modern dan Sezaman. Bandung: Alumni, 1986.
Edwards, Paul (ed.). The Encyclopedia of Philosophy. New York – London: Macmillan Publishing Co., Inc. & the Free Press – Colier Macmillan Publishers, 1967.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat barat, Jilid 1 . Yogyakarta: kanisius, 1980.
Magnis, Frans – Suseno. 13 Tokoh Etika: Sejarah Zaman yunani Sampai Abad ke-19. Yogyakarta: Kanisius 1997.
Poedjawijatna, I. R. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: Bina Aksara, 1986.
Tinambunan, Laurentius. “Filsafat Hellenisme dalam Pewartaan Kristen”, dalam logos. Pematangsiantar: STFT St. Yohanes, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar