Jumat, 04 Maret 2011

kisah

KEKUATAN SALIB KECIL
Oleh: Erick M. Sila

Rumah sakit Vita Insani yang terletak di jalan merdeka kota Pematang Siantar malam itu cukup meriah dengan lampu-lampu yang indah dan terang. Semuanya itu menunjukan bahwa rumah sakit ini cukup terkenal di kota Pematang Siantar. Di pelataran rumah sakit tersebut, tampak puluhan mobil dan kendaraan lain yang telah parkir. Itu bertanda bahwa banyak orang yang dirawat di sini, ataupun orang-orang yang datang mengunjungi sanak keluarga mereka yang sedang dirawat di rumah sakit tersebut.
Malam itu, adalah giliran bagi saya untuk menggantikan frater Norbeth yang sudah dua hari menemani frater Ruben yang juga sedang dirawat di sana. Ia telah dua hari berada di rumah sakit karena terkena DBD (Demam Berdara Dengue). Sayang, karena padatnya pasien pada waktu itu, frater Ruben harus berada satu kamar dengan seorang anak kecil yang juga menderita penyakit yang sama. Namanya adalah Willy. Ia baru berusia empat tahun tetapi terkenal sangat lincah dan pandai, ungkap ibunya memuji anaknya itu. Tetapi sekarang ia membuat kami resah, katanya lagi dengan wajah bersedih.
Sudah dua hari berlalu, tak sebotol infus pun yang berhasil dipasang oleh para petugas rumah sakit. Setiap infus yang dipasang, dicabutnya, diputar-putar bagaikan baling-baling sebuah helikopter. Melihat tingkah laku si Willy, orang tuanya bersama para petugas rumah sakit semakin resah dan gelisah, sebab mereka semua telah kehabisan akal dalam menanganinya. Sementara kondisi tubuh si Willy semakin hari semakin menurun.
Tok…tok..tok…, terdengar suara ketukan dari balik pintu. Beberapa saat kemudian pintu dibuka dan tampaklah seorang petugas rumah sakit yang datang mengantarkan makanan untuk si Willy dan frater Ruben; sebab memang sudah saatnya makan malam.
Tusukan jarum infus yang telah menembus kedua tangannya membuat kondisi tubuh frater Ruben lemah, sehingga ia tidak sanggup lagi memasukan makanan ke mulutnya sendiri. “ayo, biar ku suapi”, kata ku kepadanya. Frater Ruben yang memang sudah lapar, ditambah lagi semangat untuk sembuh menjadi sangat lahap, sehingga nasi dan lauk pauk sepiring habis disantapnya.
“Kamu ingin aku disini terus menyuapimu?”
“Enggak”.
“Kalau begitu, kamu harus tetap semangat biar kita cepat pulang. Banyak saudara telah merindukanmu di sana. Mengerti? “ya”, sahut frater Ruben dengan penuh semangat. Saat itu saya sejenak berpikir, kalau bukan sekarang aku membantu saudaraku ini, kapan lagi? Sebab saya tidak tahu kapan waktunya Ia datang. Kalau saya tidak berbuat sekarang dan di sini, kapan lagi?
Sementara si Willy menangis terus dari tadi. Untuk membujuknya makan tidak semudah yang di alami frater Ruben. Ia terus menangis dan menolak tidak mau makan. Kedua orang tuanya sudah kehabisan tenaga dan akal untuk membujuknya makan. Semua keluarga menyerah. Karena kasihan melihat keadaan si Willy yang demikian, saya mulai mencari akal untuk menenangkannya. Dengan sedikit canda dan pujian serta dibarengi dengan sepenggal doa dalam hati, aku mulai mencoba. Satu mujizat terjadi. Willy akhirnya berhasil dibujuk untuk makan, dan bukan hanya itu tiga sendok teh sirup juga diminumnya. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Ini adalah saat-saat yang boleh dikatakan sangat menegangkan bagi saya. Beberapa saat kemudian, beberapa petugas rumah sakit datang lengkap dengan peralatan medisnya. Melihat hal itu, si Willy mulai menangis dan bahkan lebih histeris lagi. Ia menolak tidak mau di infus. Apa boleh buat. Kami mulai memegang tangan dan kakinya yang bergerak kesana kemari. Itupun tidak berhasil, karena jarum infus yang telah berhasil dipasang di tangannya menjadi bengkok. Kedua tangannya telah ditembusi jarum namun tak satupun berhasil. Bagian tubuh yang masih tersisa adalah kedua kakinya. Pada awalnya masih sulit, sebab si Willy belum juga tenang. Semua keluarga dan petugas rumah sakit nampak lemas dan tidak ada harapan lagi. “kita coba lagi”, kata seorang petugas dengan nada serius.
Sementara petugas mencoba menusukan jarum ke kaki si Willy, sayapun mulai berdoa dalam hati, “ya Tuhan, kasihanilah si Willy, sembuhkanlah dia sebab dia belum tahu apa-apa”. Setelah berdoa demikian, saya dengan diam-diam menandakan sebuah salib kecil di kening si Willy. Meskipun sebelumnya saya telah mengetahui bahwa keluarga ini bukanlah umat katolik. Akan tetapi, saya yakin bahwa dengan kuasa salib, Yesus akan membebaskan setiap orang yang datang dengan rendah hati memohon kepada-Nya. Syukur kepada Tuhan, akhirya berhasil. Si Willy mulai tenang, dan jarum infus pun berhasil dipasang. Kondisi tubuhnya hari demi hari mulai membaik. Satu hari setelah kepulangan kami, kami mendengar bahwa si Willy juga sudah keluar dari rumah sakit. Saya sangat senag dan bersyukur, karna Tuhan selalu mengasihi setiap orang yang selalu berharap kepada-Nya. Kuasa Tuhan adalah nyata.
Pengalaman sakit adalah sesuatu yang tidak enak, apalagi orang-orang yang kita cintai tidak ada bersama kita pada saat itu. Tentulah sangat berat bagi kita bukan? Namun sebagai orang yang percaya kita yakin bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita. Yesus Kristus telah mengalahkan maut melalui kebangkitan. Pengalaman Yesus hendaklah menjadi inspirasi bagi kita, teutama ketika kita berhadapan dengan penderitaan. Daripada menganggap bahwa penderitaan yang kita alami adalah tanda Allah tidak mengasihi kita, lebih baik anggaplah hal itu sebagai tanda kemurahan-Nya. “Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Jika kamu harus menanggung ganjaran, Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya”(Ibrani 12:6,7). Jangan pernah berpikir kita telah dilupakan Allah. Oleh karena itu, marilah kita bangkit, tetap semangat, Tuhan Yesus senantiasa bersama kita. Ia pernah berkata “Aku akan menyertai kamu senantiasa sampai pada akhir zaman”(Matius 28:20).















ARTI SEBUAH HARI
(Oleh: Erick M. Sila)

Sorot mentari yang terik kian menepi
Terhalang oleh dedaunan pohon
Daun-daun berjuntai seakan melambaikan tangan
Slamat berpisah hari ini…
Sementara semilir angin petang meneduhkan suasana
Gerimis yang merenai memboyong kelembaban
Aku tersungkur dan berdoa
Terima kasih Tuhan…
Terimah kasih ‘tuk hari ini
Terima kasih karena Engkau masih memberikan kesempatan
Kepadaku untuk bersyukur
Syukur atas hidup yang masih Engkau berikan kepadaku,
Atas kedamaian hati…
Atas kasih dan cinta dan
Atas kesetiaan dan rela berkoban
Terima kasih Tuhan..
Hari ini untuk-Mu…
Besok, lusa, dan sampai selama-lamanya….

2 komentar: