Sabtu, 05 Maret 2011

Filsafat

THOMAS MORE
SANG HUMANIS KRISTEN
(1478 - 1535)

“Saya mati sebagai abdi raja yang baik,
tetapi terlebih sebagai abdi Allah”
(Thomas More)
(Oleh: Erick M. Sila)


I. Pendahuluan
Kelahiran kembali minat terhadap sumber-sumber klasik, minat pada Kitab Suci dan sumber-sumber masa Kristen awal, adalah awal dari lahirnya tokoh-tokoh humanis atau boleh dikatakan zaman renaisans. Hal ini berkat keyakinan bahwa kehidupan umat Kristen dapat diperbaharui hanya dengan kembali ke akarnya.
Para tokoh humanis memandang manusia sebagai segala-galanya. Menurut aliran ini, yang baik adalah yang sesuai dengan kodrat manusia. Manusia pusat perhatian. Dalam kehidupan nyata manusia nyata juga yang menjadi ukuran, sehingga pikiran, perasaan, situasi seluruhnya akan ikut mempengaruhi baik buruknya tindakan konkret itu. Para tokoh ini berusaha memadukan sifat-sifat manusia dengan sifat Kristiani serta berusaha memahaminya dari sudut pandang sekular.
Tokoh-tokoh humanis menentang para pengajar teologi yang menggunakan metode-metode klasik dari abad pertengahan. Metode-metode ini dianggap tidak efisien, tidak kreatif dan dianggap sudah kadarluarsa. Akan tetapi, setiap pembaharuan dalam agama dan masyarakat pertama-tama harus diawali dengan pembaharuan dalam bidang pendidikan.
Salah satu tokoh humanis Kristen yang cukup terkenal pada zaman ini adalah Thomas More. Ia adalah tokoh humanis Inggris yang terkenal dengan karyanya yang berjudul Utopia, yakni sebuah gambaran tentang masyarakat ideal berdasarkan akal sehat di sebuah pulau antah-berantah sekaligus kritik tajam kepada masyarakat sezamannya. Selain itu, keteguhan hatinya dalam mempertahankan kodrat Gereja merupakan sesuatu yang perlu kita banggakan dari tokoh ini. Berdasarkan hal inilah penulis tertarik untuk membahas secara khusus tokoh ini.

II. Riwayat Hidup
Thomas More lahir di paroki St. Lawrence Jewry, kota London pada tahun 1478. More adalah anak tertua dari John More, seorang pengacara sukses dan istrinya Agnes. More kemudian mengawali pendidikanya di sebuah sekolah terkenal di London yakni St. Antony’s school, dan pada tahun 1490 ia mengabdi di rumah John Morton, Uskup Agung Canterbury.
Melihat potensi yang begitu besar dalam diri More, John Morton mengijinkannya mengikuti pendidikan selama dua tahun di Universitas Oxford, sebelum ayahnya memanggil dia untuk belajar hukum di London. Kemudian More bersekolah di New Inn dan kemudian di Licoln’s Inn di London. Antara tahun 1501-1505 More memilih tinggal di dekat biara Carthusian dan bergabung dalam latihan-latihan rohani para biarawan tersebut. Walaupun ia mengagumi kesalehan para biarawan tersebut tetapi ia lebih memilih hidup sebagai seorang awam.
Pada tahun 1505 More menikah dengan istri pertamanya Jane Colt dan mempunya empat orang anak. Setelah Jane Colt meninggal, More menikah lagi dengan Alice Middleton seorang janda dengan satu anak yang sebelumnya dikenal meleui keluarga Jane.
Pada tahun 1510 More terpilih menjadi anggota parlemen Inggris dan menjadi wakil sheriff di kota London. Ia juga menjadi penasehat sheriff dan kemudian menjadi hakim di Guildhall. Pada tahun 1527 More memproses pembatalan perkawinan antara Henry VIII dengan Catherina dari Aragon dan pada tahun 1534 ia dipenjarakan karena menolak bersumpah untuk akta suksesi. Akhirnya pada bulan Juli 1535 pengadilan menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Tahun 1935 More dan John Fisher dikanonisasi sebagai santo.

III. Bentuk-bentuk Pemikiran Thomas More Dalam Utopia
A. Utopia: Dialog dan nasehat
Utopia adalah sebuah karya terkenal Thomas More yang ditulis dan diterbitkan di Louvin pada tahun 1516. Dasar pemikiran dalam utopia adalah gambaran akan sebuah negara berdasarkan akal sehat di sebuah pulau antah-berantah, sekaligus kritik tajam terhadap masyarakat sezamannya.
Negara antah-berantah yang dimaksudkan More secara nyata adalah Inggris Tudor. Dengan Utopia More menggunakan suatu dunia hipotesis untuk memperbandingkannya dengan dunia nyata yang menghadirkan perdebatan dan diskusi. Utopia merupakan sarana untuk melakukan perubahan dan pembaharuan dalam bidang politik yang rusak pada zaman itu.
Dalam Utopia dikisahkan mengenai dua orang sahabat, Morus dan Peter Giles berjumpa dengan seorang pengelana, Raphael Hythloday yang berkelana mencari kebenaran politik dari suatu negara ke negara lain. Morus dan Peter Giles menyarankan agar Hythloday menggunakan bakatnya untuk menjadi seorang penasehat yang baik, akan tetapi Hythloday menolak untuk tidak terjun dalam dunia politik. Bagi Hythloday kegiatan-kegiatan tersebut akan menghalagi kebebasan manusia untuk berekspresi dan juga mengganggu ketenangan serta banyak waktu yang diperlukan untuk berpikir terbuang dengan percuma. Berpikir adalah bagian tertinggi manusia. Akan tetapi, Morus memberikan argumennya bahwa kita harus terjun dalam dunia politik. Kegiatan tertinggi menurut Morus adalah menggunakan bakat-bakat kita untuk melayani sesama demi kebaikan bersama.
Dalam kehidupan politik para tokoh humanis sering berhadapan dengan hal semacam ini. Mereka sering dimintai nasehat oleh para penguasa. Bagaimana seorang penguasa bisah memperoleh nasehat yang baik? Dan bagaimana seorang filsuf terjun dalam dunia politik tanpa kehilangan waktu senggangnya untuk berpikir?
Dalam Utopia para tokoh humanis sering mendasarkan pandangan mereka pada filsafat klasik seperti Plato, Aristoteles, dan Cicero. Manakah bentuk negara yang baik? Negara yang baik adalah mempunyai hukum yang adil, mengutamakan kepentingan umum, memberikan penghidupan yang layak bagi setiap warga negara, dan memjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Akan tetapi kehidupan politik di Inggris memberikan gambaran yang berbeda. Utopia menggugat semua ini.
Kehidupan politik di Inggris yang di gambarkan dalam Utopia mengalami kemerosotan. Hal ini digambarkan karena beberapa persoalan yang terjadi di Inggris pada saat itu. Gaya hidup para pemimpin yang tamak mengakibatkan rakyat menderita, banyak veteran perang yang cacat akibat perang tidak diperhatikan sehingga mereka harus hidup sebagai pengemis . pembedaan antara yang kaya dan yang miskin sangat menonjol. Singkatnya banyak orang yang mementingkan kepentingan dirinya sendiri. Melihat hal tersebut, Morus yang digambarkan dalam Utopia mengatakan bahwa kita akan tetap jauh dari kebahagiaan jika para filsuf tidak bersedia menjadi penasehat raja. Hythloday mengemukakan bahwa tidak mungkin kita mencegah para pemimpin yang pada dasarnya sudah tidak bermoral. Pemerintahan yang baik tidak mungkin ada jika korupsi dan kemewahan pribadi tetap ada. Hal ini akan mungkin jika diberantas sampai ke akar-akarnya.

B. Utopia: Kebebasan Beragama
Dalam Utopia digambarkan bagaimana kehidupan beragama dan toleransi religius di negara tersebut. Masyarakat Utopia percaya kepada suatu realitas tertinggi yang melampaui segala sesuatu dan abadi. Mereka juga menerima banyak agama tetapi mereka lebih kepada suatu kekuatan tunggal yang diyakini sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta. Segala sesuatu berasal dari Dia dan akan kembali kepada-Nya pula. Mereka menyebut-Nya sebagai Bapak.
Masyarakat Utopia melaksanakan ibadat secara bersama-sama di kuil sebagai dasar kepercayaan mereka akan adanya realitas Ilahi. Mereka juga percaya akan adanya kehidupan setelah kematian.
Di Utopia kebebasan beragama sangat dihormati. Dalam sebuah keluarga misalnya, ayah dan ibu atau antara orang tua dan anak boleh memiliki atau meyakini agamanya masing-masing asalkan tidak saling mengganggu. Setiap orang juga diperbolehkan mengganti agamanya asalkan dilakukan dengan tenang, dengan rendah hati, rasional dan tidak membenci orang lain.
Ketika kekristenan masuk ke negara tersebut sebagian orang menjadi percaya dan dibabtis menjadi Kristen. Akan tetapi mereka yang tidak menerima agama Kristen menjalankan agamanya sendiri tanpa mengganggu atau mencela mereka yang masuk menjadi Kristen. Untuk mereka yang ateis, ataupun yang tidak percaya akan adanya hidup setelah kematian dianggap sebagai musuh dalam masyarakat. Sebagai toleransi bagi mereka, mereka tidak dihukum secara fisik.

IV. Mempertahankan Iman Kristen
Dari tulisan-tulisan polemiknya tahun 1523-1533 dan dalam suratnya kepada Dorp tahun 1515 More mengatakan “untuk membina seseorang tidak perlu keahlian apapun; hal ini bukanlah sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang yang sopan, dan bukan pula bertanda bahwa seseorang baik adanya”. Tulisan-tilisan polemik More lahir sebagai reaksi dan pembelaan terhadap iman Kristen terutama atas kritikan-kritikan pedas Luther terhadap Gereja.
Tahun 1521 Martin Luther menerbitkan beberapa karyanya yakni To The Christian Nobility of the German Nation dan The Babylonian Captivity of the Church. Dalam tulisan-tulisan tersebut Luther menetapkan bahwa keselamatan hanya dapat diperoleh melalui iman saja (sola Fides), iman adalah satu-satunya jalan bagi seseorang untuk menjawab dan menghormati Allah, menolak sakramen-sakramen dan praktek-praktek katolik lainnya. Tahun 1521 raja Henry VIII menanggapi kritik Luther dengan karyanya Assertion of the Seven Sacraments. Karya ini ditulis berkat bantuan More.

A. More Melawan Luther
Dalam membela iman kristen, More mulai membangun karyanya mengenai kodrat Gereja. Hal ini dilakukanya sebagai jawaban atas Luther yang mempersoalkan Gereja intitusional. Bagi More kesatuan umat Kristen yang berkembang dari masa ke masa merupakan penafsiran wahyu Allah dalam diri Yesus Kristus. More melihat bahwa tradisi ini bertahan dalam Gereja. Gereja adalah suatu komunitas yang hidup dalam ruang dan waktu. Di bawah kepemimpinan paus Gereja menjadi satu kesatuan iman di dunia.
More juga menentang Luther yang mengatakan bahwa Gereja diperuntukan bagi “kaum terpilih”, sedangkan bagi More, “Gereja diperuntukan bagi semua orang”. More melihat Gereja sebagai persekutuan umat yang membawa ajaran Yesus Kristus turun temurun dari para rasul sampai pada saat ini. Luther melihat bahwa sabda Kristus harus diwartakan sekarang dan di sini bagi umat yang siap menerimanya. Umat yang mampu menerima sabda Allah adalah “umat yang bersifat ilahi”. Suatu komunitas yang “tidak bersifat ilahi” tidak mampu menerima sabda Allah. Dalam hal ini, More dan Luther sama-sama mencari suatu kepastian. More mengkritik Luther karena ia berbicara tidak sesuai dengan realitas, Luther melulu bersifat batiniah dan spiritual murni.

B. Pembelaan Terhadap Kebenaran Ekaristi
More memandang Ekaristi tidak sebagai sebuah bentuk doa devosinal belaka, melainkan sebagai pembentuk kesatuan Gereja. Makna utama dalam Ekaristi adalah kehadiran nyata Kristus dalam seluruh tubuh-Nya yaitu Gereja.
Ekaristi merupakan perayaan sakramen atas tindakan Allah yang telah nyata dalam diri Yesus Kristus. Oposisi politik kenegaraan dan oposisi teologi kaum reformis menentang ajaran mengenai kehadiran nyata. Kedua bentuk ini sangat berbeda tetapi sangat berhubungan untuk memecah umat Kristen.

Ekaristi mengungkapkan misteri Allah yang hadir secara nyata dalam diri Yesus Kristus. Keyakinan akan suatu kehadiran yang nyata merupakan penyatuan umat beriman dalam satu tubuh yaitu Yesus Kristus.
Tulisan More yng terakhir tentang Ekaristi adalah A Treatise on the Body of Our Lord dan A Treatise to Receive the Blessed Body of Our Lord. Tahun 1533 hingga More dipenjarakan 17 April l534. More menyelesaikan tulisan-tulisan tersebut dalam menghadapi penderitaan dan ajalnya sebab ia yakin bahwa hal demikian juga yang dialami oleh Yesus Kristus. Yesus Kristus merelakan diri-Nya bagi para murid-Nya demi kebahagiaan kekal bersama Bapa di surga. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang sahabat yang memberikan nyawa untuk sahabat-sahabat-Nya” (Yohanes 15:13).

V. Penutup
Dalam Utopia Thomas More menggambarkan bagaimana bentuk negara ideal. Negara ideal mempunyai hukum yang adil, mengutamakan kepentingan rakyat, penghidupan yang layak bagi seluruh rakyat, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Harapan akan sebuah negara ideal dapat terwujud apabila para pemimpin menjauhkan diri dari korupsi, kemewahan-kemewahan pribadi, dan bentuk-bentuk penyimpangan lain.
Utopia juga memberikan kebebasan beragama kepada setiap orang. Setiap individu diberikan kebebasan untuk menganut agamanya masing-masing sesuai dengan keyakinannya. Dalam menjalankan agamanya, setiap orang harus melakukannya dengan setia tanpa mengganggu orang lain.
More juga mempertahankan kodrat Gereja dari serangan Luther. More melihat bahwa kesatuan umat Kristen yang berkembang dari masa ke masa merupakan penafsiran wahyu ilahi dalam diri Yesus Kristus. Gereja sebagai persekutuan umat yang membawa ajaran Kristus dari para rasul sampai sekarang.
Dalam mempertahankan ekaristi, More menegaskan bahwa makna utama Ekaristi adalah kehadiran nyata Yesus Kristus dalam seluruh tubuh-Nya yaitu Gereja. Ekaristi merupakan perayaan sakramen atas tindakan Allah yang telah nyata dalam diri Yesus Kristus.
Dalam kehidupan beriman, Ekaristi hendaknya menjadi fons et Culmen dalam setiap kehidupan kita. Ekaristi adalah sumber datangnya rahmat. Rahmat itu telah nyata dan hadir dalam diri Yesus Kristus yang telah merelakan diri bagi sahabat-sahabat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar