Rabu, 05 Oktober 2011

FILSAFAT TIMUR: TEMA-TEMA PENTING DALAM HINDUISME

OLEH: ERICK SILA, EFEN NDRURU, FLORY MARUNG 1. Pendahuluan Sebuah agama lahir dari perjumpaan dengan yang kudus. Di dalam perjumpaan itu, manusia membiarkan diri disapa dan disentuh oleh yang kudus dan dimampukan untuk menjawab sentuhan kasih-Nya. Rudolf Otto mengartikan “yang kudus”, sebagai sesuatu yang sulit dimasuki, sebab tersembunyi di dalam jiwa kita. Perjumpaan itu terkristalisasi dalam penghayatan hidup beragama pada tradisi kebudayaan masing-masing. Tradisi itu diwariskan turun-temurun, sehingga akhirnya menjadi patokan dalam kehidupan bermasyarakat. Patokan ini tentu bukan hanya berhenti pada tataran aturan, hukum tetapi sungguh dihayati dan dipercayai sebagai “yang kudus”. Penghayatan akan “yang kudus”, dapat kita temukan dalam Hinduisme yang berakar pada tradisi dan sejarah bangsa India. Mereka meyakini bahwa dunia ini tidak diciptakan satu kali untuk selamanya, tetapi melalui evolusi yang terus menerus. Oleh karena itu, agama Hindu meyakini akan adanya reinkarnasi jiwa, melalui cara hidup yang benar dengan amal kepada sesama dan bhakti kepada Allah dan sesama. Adapun tema-tema penting yang menjadi bahan pembahasan dalam paper ini adalah pandangan Hinduisme tentang dunia, reinkarnasi jiwa, tujuan hidup, sistem sosial kasta, ajaran eskatologis serta bhakti dan rahmat ilahi. Maka untuk lebih memahami secara lebih mendalam tentang beberapa tema penting yang telah dikatakan sebelumya, kelompok akan menguraikannya secara umum. 2. Tema-tema Penting dalam Hinduisme 2.1. Padangan tentang dunia Filsafat Hinduisme berpandangan siklis tentang dunia, waktu dan sejarah. Mereka percaya bahwa dunia tidak diciptakan satu kali untuk selamanya melalui evolusi linear sampai kepada penutupan defenitif dari sejarah dengan peristiwa akhir jaman, tetapi dunia ini harus berproses secara terus menerus, dari ciptaan, pemeliharaan dan penghancuran. Dalam siklis ini tidak terdapat awal dan akhir yang dapat diramalkan. Hal ini berkaitan dengan jiwa-jiwa yang bereinkarnasi yang mencari sarana-sarana untuk mengelak karma dan memperoleh kebebasan abadi (moksa). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, penghancuran dunia alam adalah suatu ekspresi belas kasih Allah terhadap jiwa-jiwa yang miskin, yang masih harus meneruskan suatu putaran yang lelah, untuk memberikan mereka suatu periode istrahat yang total. Ketika itu, sesungguhnya dunia diperkecil ke posisi awalnya, tanpa wujud dalam Allah. Penciptaan itu tidak lain daripada aksi Allah yang mengantar manusia dari status implisit ke eksplisit. Dalam hal ini tidak dibicarakan secara konseptual tentang penciptaan dari “ex nihilo”, karena mereka mengatakan “ex nihilo, nihil fit”. Menurut pamahaman orang Kristen, jika ciptaan itu bukan suatu “ex nihilo” maka ini berati ada sesuatu di luar Allah; itu berarti bahwa ada dua sumber dunia, yakni Allah dan “sesuatu” itu, dalam hal ini lebih bersifat atau politeis (sekurang-kurangnya ada dua sumber ilahi) atau panteistik (semuanya menjadi Allah) dan tidak lagi monoteistik. Karena itu tidak bisa dibicarakan tentang penciptaan, melainkan hanya sebuah produksi atau pembentukan. Menurut Raymundus Panikkar, bahwa pandangan tentang “ex nihilo” dalam agama Hindu mempunyai kecenderungan pada politeisme atau panteisme, tetapi harus diterima juga bahwa orang Hindu berpikir tentang suatu penciptaan untuk Allah, tidak dilihat soal fisik asal mula ciptaan dunia, tetapi bahwa semuanya ini adalah untuk Allah. Mereka tidak mempersoalkan bahwa Allah menciptakan dunia dari substansinya sendiri, seperti causa material-nya, tetapi bahwa dunia ini berasal dari Allah, berada di dalamnya dan terus berada untuknya dan di dalam-nya. Allah dan dunia dua kutub yang berbeda dan tidak sama dari sebuah realitas yang satu dan sama. Dunia ini adalah wujud penampakkan Allah dan Allah sendiri adalah realitasnya. Menurut mitologi Hindu, alam adalah sebuah Tribhuvana atau Trailokya atau (tiga dunia) di dalam bagian sentralnya adalah bumi, bagian superior adalah langit dan bagian inferior disebut Patala. Patala adalah tempat kebesaran dan kemuliaan hidup bagi para jin dan setan. Di bawah ini dari patala, ada neraka di mana orang-orang mati membayar denda dan kesalahan mereka, kemudian mereka be-reinkarnasi ke dalam dunia sebagai manusia atau binatang, menurut karma dari setiap orang. Hukuman neraka itu tidak bersifat abadi tetapi temporal. Seluruh bagian dunia yang lain, entah inferior atau superior adalah tempat pembayaran, penghargaan atau hukuman, sementara bumi adalah tempat berkarya. Inilah satu-satunya tempat dimana orang bisa mengurangi karma dengan menanam jasa, memurnikan diri. Di dunia yang lain, jiwa hanya berbahagia atau menderita seturut kasusnya, untuk kemudian pulang kembali secara baru di atas bumi untuk melanjutkan siklus kehidupannya. Hanya di atas bumi, jiwa yang bereinkarnaisi dalam rupa manusia, dapat berusaha sekuat tenaga demi pembebasannya (moksa), sementara jiwa yang bereinkarnasi dalam bentuk Subhuman, jiwa hanya menebus secara pasif sebagian kecil dari karma-nya. 2.2. Manusia dan Reinkarnasi Jiwa Konsep manusia dalam agama Hindu didasarkan atas dasar keyakinan adanya reinkarnasi jiwa. Manusia secara esensial adalah jiwa yang berbadan. Dalam hal ini terjadi dualisme yakni tubuh dilihat sebagai penjara bagi jiwa. Badan terdiri dari materi, temporal, dan dapat hancur sedangkan jiwa adalah bagian yang tetap dari manusia, sifatnya rohani, murni dan tidak bercela. Jiwa sebagai asas yang lebih tinggi tidak turut aktif dalam pergumulan hidup ini sehingga hal-hal yang jahat tidak merupakan bagian yang nyata dari jiwa. Dalam perjalanan hidup manusia, jiwa kehilangan kemurnian aslinya melalui egoisme dan keinginan-keinginan daging yang menggelapkan jiwa. Jiwa cenderung memikirkan kenikmatan-kenikmatan psiko-fisik belaka daripada hal-hal yang transenden. Jiwa itu bersifat kekal dan penuh kebahagiaan. Akan tetapi, ketika jiwa bertemu dengan benda-benda maka jiwa menderita kesengsaraan dan harus mengalami kelahiran kembali atau reinkarnasi. Bhagavad Gita mengatakan bahwa: “Sebagaimana manusia menanggalkan pakaian lamanya dan mengenakan pakaian yang baru, demikian pula jiwa menanggalkan tubuhnya yang lama dan masuk ke dalam tubuhnya yang baru”. Ajaran tentang Karma-Samsara Karma adalah hukuman atau ganjaran yang keras terhadap segala perbuatan yang baik maupun yang jahat yang dilakukan oleh seseorang. Jadi apa yang dilakukan manusia, yang baik maupun yang jahat pada masa lalu sangat menentukan kelahiran kembali jiwa saat ini. Oleh karena itu, setiap orang Hindu berusaha menghindari efek hukum karma pada kelahiran berikutnya dengan melakukan perbuatan amal dan hidup sesuai dengan ajaran yang benar. Samsara secara harafia berarti arus, aliran, atau peralihan. Jadi, kehidupan manusia tidak hanya terbatas pada kelahiran dan kematian saja melainkan kehidupan itu suatu samsara atau perjalanan. Samsara merupakan pengembaraan jiwa dari satu tubuh kepada tubuh yang lain, dari kelahiran, kehidupan dan kematian. Peralihan jiwa ini selalu bergantung pada hukum karma. Untuk mencapai semua ganjaran itu, maka harus sampai kepada keharusan reinkarnasi jiwa, yakni kepercayaan akan suatu peralihan jiwa setelah kematian. Dalam filsafat Hindu, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbutan yang dilakukan sebelumnya. Dikatakan bahwa sebelum jiwa memulai eksistensinya di dunia ini, ia telah hidup sebelumnya di tempat lain. Maka kehidupan saat ini akan tersimpan dalam tubuh yang disebut tubuh halus tipis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kehidupan yang akan datang. Para teolog Hindu membedakan dua jenis tubuh yakni tubuh halus-tipis dan tubuh kasar. Tubuh halus-tipis meliputi unsur-unsur kejiwaan, psike dan perasaan, sedangkan tubuh kasar adalah tubuh yang terdiri dari materi, dapat dilihat yakni danging dan tulang. Tubuh halus-tipis berfungsi sebagai ikatan antara jiwa spiritual dengan tubuh kasar. Maka segala perbuatan yang baik maupun yang jahat akan tersimpan pada tubuh halus-kasar yang kemudia akan diadili seturut hukum karma. Pada saat reinkarnasi, jiwa tetap hidup sedangkan tubuh kasar akan menjadi rusak, sehingga jiwa harus berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatanya. Kebahagiaan dan penderitaan adalah hasil dari perbuatan sebelumnya. Orang Hindu meyakini bahwa mereka akan lahir kembali sebanyak 8.400.000 kali sebelum jiwanya selamat dari perangkap samsara. Reinkarnasi dan Kekristenan Kepercayaan dan keyakinan akan reinkarnasi jiwa dalam agama Hindu sangat sulit diperdamaikan dengan iman kristen. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal berikut: • Visi biblis tentang waktu dan sejarah Mengenai waktu dan sejarah, orang Hindu berpandangan bahwa semuanya itu berlangsung dalam sebuah siklus yang abadi, sedangkan Kitab Suci agama Kristen menekankan akan kesatuan karya Allah dan itu tidak dapat diulangi dalam sejarah. “Seperti Yesus hanya satu kali dikorbankan, demikian orang-orang hanya satu kali mati lalu diadili” (Ibr 9:27). Oleh karena itu, setiap orang harus berusaha melalui perkataan dan perbuatannya untuk memperoleh keselamatan. Sementara untuk agama Hindu melalui konsep waktu memberikan kesan yang lamban atau lama. Oleh karena itu, kemalasan untuk bertindak saat ini terkesan lamban sebab waktu yang diberikan sangat lama. • Konsep Kristen tentang kesatuan jiwa dan tubuh Konsep mengenai reinkarnasi jiwa mengimpilikasikan dualisme ekstrim antara jiwa dan tubuh. Tubuh dilihat sebagai penjara bagi jiwa. Sementara orang Kristen mengatakan bahwa jiwa dan tubuh membentuk satu kesatuan yang esensial, jiwa adalah substansi dari tubuh. Dalam diri manusia ada dua dimensi yaitu “Spirit an Matter”. Oleh karena itu, tubuh akan dibangkitkan dalam kemuliaan pada akhir zaman. • Perbedaan antara hukum karma dan hukum rahmat Konsep mengenai hukum karma, orang Hindu meyakini akan adanya suatu kekuatan untuk memperoleh keselamatan melalui kekuatan manusia, sedangkan orang Kristen mengatakan bahwa persekutuan yang mesra antara Allah dan manusia merupakan suatu hadiah gratis dari Allah. Menurut iman Kristiani tidak penting mengenai lamanya waktu, hidup lama atau pendek, sebab keselamatan bukan tergantung dari panjangnya umur melainkan secara khusus dari kesediaan dan keterbukaan terhadap cinta yang menyelamatkan dari Yesus Kristus. Dalam hal ini, kita ingat saja penjahat yang bertobat ketika ia disalibkan bersama Yesus di puncak bukit Golgota. Ia berkata kepada Yesus “Ingatlah akan daku ketika Engkau berada di dalam kemuliaan kerajaan-Mu”. Jawaban Yesus kepada penjahat tersebut sungguh memberikan jaminan keselamatan kepadanya “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu hari ini juga engkau akan berada di dalam kerajaan-Ku” (Luk 23, 42-45). 2.3. Tujuan-Tujuan Hidup Aturan kehidupan Hindu mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik secara individu maupun secara sosial dan umum. Perjalanan hidup manusia diarahkan kepada empat tujuan umum yang disebut Purusartha (yang berarti tujuan hidup seorang persona), yaitu dharma, artha, kama, dan moksa. Fakta bahwa manusia terdiri dari jiwa dan tubuh membuat ia harus berusaha memenuhi keinginan jiwa dan tubuh. Manusia membutuhkan sarana-sarana material (artha), untuk menyenangkan psiko-fisiknya (kama). Perolehan kekayaan material dan pemuasan kesenangan dan keinginan (kama), harus berdasarkan norma-norma moral (dharma) untuk kemudian memperoleh kebaikan tertinggi atau kebahagiaan tertinggi, yakni pembebasan sejati (moksa). 2.3.1. Dharma Dharma berasal dari kata dhr yang berarti menyokong, menahan, dan memegang. Dharma berarti apa yang menyokong dan yang mempertahankan tata tertib alam masyarakat dan individu. Menurut Epos Mahabharata, dharma menunjuk kepatuhan kepada nilai-nilai moral, seperti non kekerasan (ahimsa), ketulusan hati (satyam), tidak mencuri (asteya), kemurnian (sauca), kontrol atas indera (indriyanigraha), pengampunan (ksama), kontrol diri (dama), tidak marah (akrodha), sabar (dhrti), pengetahuan akan tulisan-tulisan suci (sastra). 2.3.2. Artha Artha adalah kekayaan material yang perlu untuk hidup. Kekayaan material memberikan keyakinan dan kekuatan untuk tugas-tugas rohani. Sesungguhnya, kehidupan spiritual akan bertumbuh kalau orang mulai bebas dari kesibukan untuk mencari nafkah. Kemiskinan adalah suatu kutukan yang lebih buruk dari kematian dan ketiadaan uang adalah akar dari setiap kejahatan. 2.3.3. Kama (Kesenangan-Kesenangan Hidup) Kama adalah kesenangan dan kenikmatan psiko fisik melalui indera-indera ekstern, khususnya indera-indera seksual. Namun, sebagai tujuan dari eksistensi manusia, kama meliputi seluruh kesenangan dan kenikmatan emosi, perasaan estetis, dan kesenangan berolahraga. Kesenangan emosional itu tidak dianggap sebagai sesuatu yang negatif, tetapi sesuatu yang positif untuk diperoleh, yaitu melalui dharma. 2.3.4. Moksa (Pembebasan Abadi) Moksa adalah akhir dari samsara, pengembaraan jiwa-dan merupakan tujuan setiap orang Hindu. Spritualitas Hindu pertama-tama tertuju pada yang membawa jiwa manusia pada “pantai yang lain” dengan kata lain. pengajaran untuk dapat menemukan pembebasan dari kelahiran kembali. Moksa juga dapat diartikan sebagai kebaikan tertinggi, yang direalisasikan dalam suatu kehidupan yang teratur sesuai dengan nilai-nilai yang harmonis antara dharma, artha, dan kama. Hadiah dari suatu kehidupan teratur baik seperti itu adalah moksa, suatu status di mana secara sempurna jiwa dibebaskan dari ikatan reinkarnasi, dari kehidupan yang tak sempurna ini dan memperoleh kebahagiaan dan keselamatan abadi. 2.4. Sistem Sosial- Kasta Sistem sosial-kasta muncul pada zaman Brahmana. Menurut para ahli, bangsa Arya masuk India sudah mengenal kasta, yaitu golongan imam, prajurit, dan pekerja. Kemudian sesudah bangsa Arya memperkenalkan bangsa pribumi India masuk ke dalamnya, sehingga terbentuklah golongan Sudra. Sistem kasta adalah ciri khas masyarakat Hindu di India yang diwakili kelompok-kelompok sosial yang dianggap sebagai suatu lembaga religius, diatur secara hierarkis, dengan aturan dan tradisi-tradisi yang khusus. Perbedaan kelas dalam masyarakat pada awalnya merupakan suatu perkembangan biasa di dalam masyarakat karena bakat, nasib dan kondisi yang berbeda-beda dari masyarakat itu sendiri. Kemudian perbedaan-perbedaan pekerjaan itu dikembangkan secara hierarkis supaya terjadi harmoni di dalam masyarakat. Empat kelas utama dalam masyarakat India dibagi dalam empat golongan adalah sebagai berikut. 2.4.1. Kelas Brahmana Kelas Brahmana adalah golongan masyarakat yang setiap orangnya memiliki pengetahuan suci dan mempunyai kemampuan untuk kesejahteraan masyarakat, negara, serta umat manusia dengan jalan mengamalkan pengetahuannya dan dapat memimpin upacara keagamaan. Kaum Brahmana bertugas untuk belajar dan mengajar Kitab Veda dan mempersembahkan kurban. 2.4.2. Kelas Ksatrya Kelas Ksatrya adalah golongan masyarakat yang setiap orangnya memiliki kewibawaan, cinta tanah air, serta kemampuan untuk memimpin dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat, negara, dan umat manusia. Kaum Ksatrya bertugas untuk melindungi masyarakat, bagi hadiah, upeti, gaji, dan belajar Veda. 2.4.3. Kelas Vaisya Kelas Vaisya adalah golongan masyarakat yang setiap orangnya memiliki watak tekun,terampil, hemat, cermat, dan keahlian, serta kemampuan untuk memelihara binatang, bertani, berdagang, belajar Veda. 2.4.4. Kelas Sudra Kelas Sudra adalah golongan masyarakat yang setiap orangnya memiliki kekuatan jasmaniah, ketaatan, serta kemampuan sebagai pelaku utama dalam tugas-tugas memakmurkan masyarakat, negara, dan umat manusia. Kaum Sudra bertugas untuk melayani secara rendah hati ketiga kasta di atas. Selain keempat kasta di atas, semua orang lain yang berada di luar kelompok-kelompok kasta masyarakat Hindu disebut kaum pancama (yang kelima). Kelompok ini terdiri dari semua anggota masyarakat Hindu yang dihukum atau dibuang oleh masyarakatnya karena pelanggaran-pelanggaran aturan dan kejahatannya. Termasuk dalam kelompok ini adalah orang asing dan penganut-penganut agama lain. Semua masyarakat ini tidak mengakui otoritas Veda dan tradisi-tradisi Hindu lainnya, bahkan mereka dianggap sebagai kelompok yang harus dihindari. 2.5. Bhakti dan rahmat ilahi 2.5.1. Bhakti Bhakti adalah ibadat penuh kasih untuk salah satu dewa. Tempat pemujaan keluarga yang dapat ditemukan di setiap rumah orang Hindu memiliki peranan yang sangat penting dalam bhakti karena di sanalah setiap orang Hindu melaksanakan puja, sebagai wujud devosi pribadi. Menyayikan lagu pujian, menyampaikan cerita dewa-dewi, drama religius, menari dan merayakan perayaan keagamaan semuanya ini merupakan unsur-unsur bhakti. Devosi cinta kepada Allah atau relasi cinta interpersonal yang intim antara Allah dan manusia, sedangkan yang ber-bakti disebut brakta. Cinta yang sempurna kepada Allah berarti mencintai Allah dengan segenap budi, hati, jiwa dan raga. Bhakti mengandung dua tingkatan yakni gauni-bhakti: bakti awal, bhakti persiapan sedangkan ekanta-bhakti atau para bhakti: cinta yang sempurna khusus kepada Allah. Dalam bakti awal, orang mendapat pendidikan displin dan latihan doa untuk lebih mencintai Allah. Dalam status ekanta-bhakti, orang seperti “mabuk” Allah. Ada kebahagiaan sempurna yang tak terkatakan karena orang cinta akan Allah. Allah dialami sebagai yang setia, tidak meninggalkannya lagi. Kemurnian antara cinta dan Allah itu dilukiskan seperti cinta murni seorang hamba kepada tuannya, seorang teman kepada temannya, seorang anak kepada orang tuannya, seorang pengantin wanita kepada pengantin prianya. Bhakti menyucikan dosa, menghapus utang-utang reinkarnasi masa lalu dan membuka kemungkinan yang besar untuk moksa. 2.5.2. Rahmat ilahi Rahmat Allah merupakan jawaban Allah terhadap manusia untuk melayani dan mencintainya. Rahmat Allah menolong agar bakti menjadi lebih berhasil sehingga akhirnya sampai kepada moksa. Rahmat itu tentu mengandaikan tanggung jawab, kebebasan dan kerjasama manusia. Allah tidak mentolerir kejahatan manusia, Allah pun tidak menentang mereka yang melaksanakannya. Dalam hal ini rahmat menghormati karma-samsara, bahkan menjadi suatu aspek rahmat, suatu sarana pemurnian yang mengantar jiwa kepada moksa. Ada dua aliran yang berbeda paham tentang rahmat, yakni aliran Vagadai dan aliran Tengalai. Aliran Vagadai mengatakan bahwa Allah mengandaikan kerja sama aktif manusia untuk memperoleh kebebasan jiwa, sedangkan aliran Tengalai mengatakan bahwa Allah akan berbuat segala macam cara demi pembebasan manusia. 3. Kesimpulan dan Refleksi Kepercayaan akan suatu realitas tertinggi merupakan hal yang hakiki bagi setiap orang yang percaya. Orang beriman kepada-Nya karena mereka yakin bahwa Dialah yang mengatasi dan melampaui segala sesuatu. Pada umumnya mereka melakukan ibadat dan memuji realitas tertinggi atau Yang Kudus itu. Agama Hindu yang berakar dan bertumbuh dalam sejarah bangsa india juga demikian. Dengan berbagai cara mereka mengungkapkan rasa hormat kepada Allah. Agama Hindu tidak memiliki otoritas sentral untuk mendefenisikan batas-batas ajaran imannya. Agama Hindu tidak pernah mempertahankan suatu keseragaman dalam ajaran dan disiplin. Pendekatan agama Hindu adalah pendekatan relatifistik yang disesuaikan dengan kapasitas dan perkembangan intelektual, moral, spiritual dan kultural masyarakat. Oleh karena itu, agama Hindu bukanlah sebuah agama monoteis sebab terdiri dari berbagai macam ajaran, sekte, sekolah, gerakan dan aliran. Walaupun demikian, agama Hindu memberikan beberapa hal penting yang dapat diterima secara umum. Agama Hindu mengajarkan beberapa unsur penting mengenai kepercayaan akan proses siklis dunia, dimana terjadi penciptaan, pemeliharaan dan penghancuran. Kepercayaan akan adanya reinkarnasi jiwa yang ditentukan oleh hukum sebab akibat karma-samsara, serta kepercayaan akan adanya pembebasan jiwa total (moksa) dari ikatan reinkarnasi. Selain itu, orang Hindu juga menunjukkan kepatuhan pada hukum kasta. Namun, hendaknya kepercayaan itu juga diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak baik hanya bersikap fanatik terhadap agama sendiri. Kebebasan beragama merupakan hak setiap orang. Iman harus diwujudkan dalam perbuatan, dan cinta kasih kepada sesama. Seseorang tidak dapat mencintai Allah, yang tidak kelihatan dengan mata, tanpa mencintai sesama yang jelas dan nyata ada di depan mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar