Sabtu, 26 Mei 2012

KITAB SUCI: PAULUS MEMBELA KEBENARAN AJARANNYA DI YERUSALEM (Uraian Eksegetis Atas Galatia 2:1-10) Oleh: Erick M. Sila

I. Pengantar Sejak semula Paulus telah dipilih Allah untuk menjadi pewarta Sabda-Nya. Pilihan Allah atas diri Paulus terjadi secara defenitif ketika ia sedang dalam perjalanannya ke Damsyik. Paulus dipanggil Allah dari jalan yang jahat kepada jalan yang benar; dari seorang penganiaya jemaat Allah kepada pewarta Sabda Allah. Menjadi seorang pewarta Injil bukanlah pekerjaan yang mudah bagi Paulus. Banyak tantangan dan halangan yang ia hadapi. Menghadapi tantangan yang berat, dibutuhkan ketahanan dalam diri Paulus. Ia harus memilih jalan mana yang harus diikuti. Maju dalam pewartaan sabda Allah itu atau menyerah saja kepada keadaan. Paulus menyadari bahwa panggilan untuk mewartakan Injil diberikan oleh Allah dan bukan dari manusia. Allah yang menyatakan diri kepada Paulus. Kesadaaran akan panggilan Allah adalah kunci bagi Paulus untuk terus mewartakan Injil. Di Galatia ada pertentangan di antara kelompok-kelompok. Persoalan ini beasal dari pewartaan Paulus kepada mereka. Paulus dituduh oleh orang-orang Yahudi sebagai penyebar ajaran sesat dan bertentangan dengan hukum taurat. Oleh karena itu, ada “saudara-saudara palsu” yang menuntut umat Galatia agar menyerupai umat di Yerusalem. Tekananya pada hukum taurat yakni tentang sunat. Bagi orang Yahudi, hukum taurat adalah hukum yang harus ditaati secara radikal. Dengan demikian, pewartaan Paulus di tengah-tengah orang tak bersunat atau kaum kafir adalah pelanggaran besar. Orang-orang Yahudi menekankan taurat, menekankan sunat dan adat istiadat, sedangkan Paulus menekankan iman. Bagi Paulus iman akan Yesus Kristus yang bangkit adalah yang menyelamatkan. Tuduhan inilah yang menyebabkan Paulus datang ke Yerusalem untuk membela pewataannya. Untuk memahami secara lebih mendalam tentang perikop ini, penulis akan mebahasnya dalam eksegese berikut. II. Eksegese Perikop Gal 2:1-10 1 Kemudian setelah lewat empat belas tahun, aku pergi pula ke Yerusalem dengan Barnabas dan Titus pun kubawa juga. 2 Aku pergi berdasarkan suatu penyataan. Dan kepada mereka kubentangkan Injil yang kuberitakan di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi – dalam percakapan tersendiri kepada mereka yang terpandang -, supaya jangan dengan percuma aku berusaha atau telah berusaha. 3 Tetapi kendatipun Titus, yang bersama-sama dengan aku, adalah seorang Yunani, namun ia tidak dipaksa untuk menyunatkan dirinya. 4 Memang ada desakan dari saudara-saudara palsu yang menyusup masuk, yaitu mereka yang menyelundup ke dalam untuk menghadang kebebasan kita yang kita miliki di dalam Kristus Yesus, supaya dengan jalan itu mereka dapat membebankan kita. 5 Tetapi sesaatpun kami tidak mau mundur dan tunduk kepada mereka, agar kebenaran Injil dapat tinggal tetap pada kamu. 6 Dan mengenai mereka yang dianggap terpandang itu bagaimana kedudukan mereka dahulu, itu tidak penting bagiku, sebab Allah tidak memandang muka – bagaimanapun juga, mereka yang tepandang itu tidak memaksakan sesuatu yang lain kepadaku. 7 Tetapi sebaliknya, setelah mereka lihat bahwa kepadaku telah dipercayakan pemberitaan Injil untuk orang-orang tak bersunat, sama seperti kepada Petrus untuk orang-orang bersunat 8 – karena Ia yang telah memberikan kekuatan kepada Petrus untuk menjadi rasul bagi orang-orang bersunat, Ia juga yang telah meberikan kekuatan kepadaku untuk orang-orang yang tidak bersunat. 9 Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes yang dipandang sebagai sikoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat; 10 hanya kami harus tetap mengingat orang-orang miskin dan memang itulah yang sungguh-sungguh kuusahakan melakukannya. Eksegese: Ayat 1: Dalam ayat pertama ini, Paulus mengisahkan tentang perjalanannya yang kedua ke Yerusalem. Dikatakan: “Setelah empat belas tahun”, tetapi tidak dikatakan dengan jelas setelah apa. Ada yang mengatakan empat belas tahun setelah pertobatannya, ada yang mengatakan setelah kunjungannya yang pertama kepada Petrus dan ada juga yang mengatakan setelah karyanya di Siria dan Kilikia, seperti yang dikatakan oleh G. Luedemann. Dalam ayat ini, Paulus juga menyebutkan orang-orang yang menyertainya dalam perjalanan itu. Orang-orang itu adalah Barnabas dan Titus. Titus adalah seorang Yunani, seorang yang bukan Yahudi. Maksud Paulus menempatkan sosok Titus di sini kiranya jelas bahwa Paulus ditugaskan oleh Allah untuk memberitakan Injil di tengah orang-orang bukan Yahudi selama itu. Paulus mewartakan Injil di tengah orang-orang kafir dan tidak bersunat. Ayat 2: Di sini Paulus menegaskan: “Aku pergi berdasarkan suatu penyataan”. Yang di maksud di sini bahwa Paulus pergi mewartakan Injil di tengah orang-orang bukan Yahudi atau orang-orang kafir adalah atas penyataan kehendak Allah. Ia pergi bukan atas kehendak sendiri atau atas kehendak orang lain, melainkan atas kehendak Allah. Allahlah yang menyatakan perintah-Nya kepada Paulus untuk mewartakan sabda-Nya di tengah orang-orang kafir, kepada jemaat di Galatia. Kepada jemaat inilah Paulus membentangkan Injil Kristus yang bangkit. Maka atas perintah Allah, Paulus tidak meragukan ajarannya. “Dalam percakapan tersendiri kepada mereka yang terpadang”. Yang dimaksudkan Paulus di sini ialah tokoh-tokoh agama di Yerusalem yakni Kefas, Yakobus dan Yohanes. Dalam sebuah pertemuan pribadi dengan mereka, Paulus menjelaskan ‘kabar gembira’ yang ia sampaikan kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi selama waktu yang telah lewat. Paulus menyadari bahwa hal ini sangat penting dan harus diselesaikan dengan baik. Apalagi hal ini menyangkut ajaran iman Kristen menegenai Kristus yang bangkit. Oleh karena itu, Pulus berusaha keras untuk meyakinkan mereka bahwa ajaran yang satu dan yang sama tentang Yesus kristus yang bangkit, itu juga yang ia wartakan di tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi. Jadi, bukan ajaran yang lain. Persoalan megenai Sabda Allah adalah masalah serius bagi Paulus. Dengan demikian, ia bekerja keras untuk meyakinkan tokoh-tokoh agama di Yerusalem agar jangan menjadi sia-sia apa yang telah ia lakukan. Paulus menyadari bahwa walaupun ia telah berhasil membuat banyak orang bertobat oleh karena Sabda Allah yang ia wartakan, tetapi kalau tidak ada dukungan dari Petrus, Yakobus dan Yohanes, maka semuanya akan sia-sia. Paulus khawatir akan perpecahan yang akan terjadi di antara jemaat Yahudi (kaum bersunat) dan jemaat bukan Yahudi (kaum tak bersunat). Kenyataan bahwa memang ada perbedaan di antara dua kelompok jemaat Allah ini. Akan tetapi bagi Paulus, jemaat Kristen Yahudi dan jemaat Kristen bukan Yahudi adalah satu di dalam Allah. Namun semuanya ini akan sia-sia jika tidak ada pengakuan dari tokoh-tokoh jemaat di Yerusalem. Ayat 3: Dalam ayat ini, dengan jelas digambarkan bahwa masalahnya ialah tentang bersunat dan tidak bersunat. Persoalan ini dengan jelas merujuk pada Titus, seorang Yunani yang telah menjadi Kristen tetapi tidak bersunat. Menurut pemahaman Yahudi, setiap orang yang masuk dalam kelompok mereka harus mentaati hukum taurat. Hal ini berdampak juga bagi orang-orang Yahudi yang telah menjadi Kristen. Bagi mereka, setiap orang yang menjadi Kristen wajib mentaati hukum taurat, adat-istiadat dan sunat. Akan tetapi, Paulus mengatakan bahwa bukan taurat yang meyelamatkan tetapi iman akan Yesus Kristus yang bangkit itu yang menyelamatkan. Fakta bahwa Titus tidak bersunat namun telah menjadi Kristen, merupakan kesempatan yang baik bagi mereka untuk menyerang Paulus. Ayat 4: Paulus mengatakan bahwa ada beberapa saudara yang berusaha membelokan ajaran Paulus. Ia menyebut mereka sebagai “saudara-saudara Palsu”. Paulus menyebut mereka “saudara palsu” karena mereka menyebut diri orang Kristen, Pengikut Kristus, tetapi cara hidup mereka tidak menunjukan identitas tersebut. “Saudara-saudara palsu” ini menghasut para pengikut Paulus untuk menyerang Paulus. Mereka selalu memata-matai Paulus dalam karyanya. Dari itu, mereka berharap dapat menemukan bukti yang cocok untuk memaksa Paulus dan pengikutnya mengikuti tata cara ritual di Yerusalem. Dalam menghadapi mereka, Paulus mengatakan bahwa mereka membatasi kebebasan Paulus. Tekanan Paulus mengenai kebebasan bukan pada dirinya sendiri, melainkan dalam Kristus, sebab hanya dalam Dialah kita bebas (Gal 3:28). Ayat 5: Atas dasar itulah Paulus bertahan terhadap mereka. Paulus bertahan terhadap usaha penghancuran dan pembatalan terhadap Injil. Ia berjuang mati-matian demi kebenaran Injil. Memang, kebenaran itu hanya ada dalam Injil dan tidak ada kebenaran lain selain Injil Kristus itu sendiri. Kebenaran itulah yang dipersolkan oleh beberapa saudara palsu. Oleh karena itulah Paulus mengatakan: “Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum taurat, maka sia-sialah kematian Kristus (bdk Gal 2:21). Ayat 6: Mengenai para pemimpin jemaat di Yerusalem, Paulus sangat menghargai dan menghormati mereka. Akan tetapi Paulus tidak melihat kedudukan di antara mereka itu sebagai sesuatu yang mutlak. Mungkin yang dimaksudkan Paulus tentang “bagaimana kedudukan mereka dahulu” adalah bahwa mereka mengenal Yesus sewaktu Ia masih berada di dunia. Mungkin juga Paulus membandingkan kehidupan mereka dan kehidupannya sendiri sebelum pertobatannya. Akan tetapi, karena kuasa kasih dari Allah, Paulus dipilih dan diangkat menjadi pewarta sabda Allah, sama seperti rasul-rasul yang lain. Atas dasar inilah Paulus berbicara menegenai mereka yang terpandang dan bagaimana kedudukan mereka dahulu, tidak penting bagi Paulus. Paulus menyadari bahwa Allah tidak memandang muka. Allah yang memanggil setiap orang menurut ketetapan-Nya. Yang terpenting adalah bahwa para pemimpin jemaat itu tidak memaksakan sesuatu yang bertentangan dengan Injil Tuhan kepada Paulus. Ayat 7-8: Para pemimpin Jemaat Yerusalem melihat bahwa Allahlah yang memberikan kepercayaan pemberitaan Injil kepada Paulus. Tugas itu diberikan dari Allah dan diperuntukkan bagi orang-orang tak bersunat, sama seperti kepada Petrus bagi orang-orang bersunat (Yahudi). Di sini ditunjukkan dengan jelas bahwa tugas yang dijalankan oleh Petrus maupun Paulus, berasal dari Allah yang satu dan yang sama. Dari Allah yang satu dan yang sama itu juga Paulus mendapat tugas mewartakan Injil kepada orang-orang bukan Yahudi (tak bersunat). Demikian juga kepeda Petrus untuk orang-orang Yahudi (bersunat). Ayat 9: Kerja keras Pulus untuk mentobatkan orang-orang kafir dan ketahanan Paulus dalam mewartakan Injil, sangat berkesan bagi para pemimpin jemaat di Yerusalem. Mereka melihat bahwa Allah yang berkarya dalam diri Paulus. Maka mereka berjabat tangan dengan Paulus sebagai tanda persekutuan. Mereka yakin bahwa Allah di pihak mereka. Yakobus, Petrus dan Yohanes yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, menyetujui pendapat mereka (Paulus dan Barnabas) dan menyebut mereka dalam kalangan para rasul. Setelah berjabatan tangan, mereka masing-masing melanjutkan tugas pewartaan yakni Petrus bagi orang-orang bersunat, sedangkan Paulus untuk orang-orang tak bersunat. Di sini juga nampak ada pembagian wilayah antara Petrus dan Paulus. Ayat 10: Hal terakhir yang dikatakan Paulus adalah bahwa ia harus mengingat orang-orang miskin. Di sini jelas bahwa walaupun Paulus mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi, ia tetap menjaga dan menjalin hubungan dengan orang-orang Kristen Yahudi. Ia selalu mengingat orang-orang miskin yang tinggal di Yudea. Mengenai orang miskin, Paulus sangat menaruh kasih kepada mereka. Hal ini nampak dari perhatian Paulus yakni dengan mengirimkan persembahan setiap tahun untuk gereja di Yerusalem. III. Penutup dan Refleksi Paulus adalah orang pilihan Allah yang ditugaskan untuk mewartakan sabda-Nya. Paulus menerima panggilan Allah itu dan melaksanakannya dengan setia dan bakti. Ia tidak gentar terhadap tantangan-tantangan yang datang menimpa dirinya. Ia yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah akan selalu bersamanya. Ia tahu bahwa tugas ilahi ada padanya, maka tentu juga ia tahu bahwa kekuatan ilahi akan menyertainya dalam mengemban tugas itu. Persoalan mengenai sunat dan tidak bersunat adalah masalah besar dan berat bagi Paulus. Akan tetapi, Paulus tetap berpegang teguh pada kebenara Injil yakni bahwa keselamatan setiap orang tidak tergantung dari sunat atau tidak bersunat melainkan iman akan Yesus Kristus yang bangkit, itu yang menyelamatkan. Dalam mewartakan sabda Allah, kita juga sering dihadapkan dengan persoalah-persoalan yang menyangkut budaya atau adat istiadat tertentu. Di sini kita dituntut untuk mengambil sikap dan keputusan sesuai dengan kehendak Allah. Jadi bukan atas kehendak sendiri atau atas kehendak orang lain yang memeiliki kepentingan tertentu, melainkan atas kehendak Allah. Dalam mengambil suatu kebijakan atau keputusan, hendaknya kita mengikuti teladan Paulus. Paulus tidak secara gegabah mengambil keputusan pada saat menghadapi tantangan dan halangan dalam pewartaannya. Sekalipun ada kemungkinan terjadi perbedaan pendapat, Paulus merasa perlu berbicara dengan para pemimpin jemaat. Salah satu sikap buruk yang harus diatasi pada manusia sekarang ini adalah kecenderungan untuk memaksakan kehendak kepada orang lain. Bagaimanapun juga kekerasan tidak akan menyelesaikan suatu masalah. Sikap lain yang ditunjukkan Paulus adalah sikap kerendahan hati. Sikap ini ditunjukkan Paulus kepada para pemimpin jemaat di Yerusalem. Paulus sangat menghargai dan menaruh hormat kepada mereka. Walaupun demikian, sikap ini tidak mengurangi keteguhan Paulus dalam mepertahankan kebenaran Injil. Sikap hormat yang ditunjukan Paulus ini bukan untuk mendapatkan restu dari manusia melainkan restu Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar