Kamis, 24 Mei 2012

EKOLOGI: PANGGILAN KERJA MANUSIA DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP (Oleh: Erick M. Sila)

I. Pendahuluan Sejak semula manusia dipanggil untuk mengusahkanan alam melalui pekerjaan-pekerjaannya. Ketika Allah menciptakan manusia – laki-laki dan perempuan - Ia Befirman: “Sungguh amat baik”. Lalu Allah meberkati mereka, dan berfirman: “Beranak cuculah dan bertambah banyak; taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan alam. Hanya melalui dan di dalam alam, manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Kerja adalah “bersibuk dengan alam”. Dewasa ini, manusia semakin tergoda untuk meningkatkan prestasinya dalam bidang kerja. Akibatnya, orang berlomba-lomba untuk bekerja, sering juga dengan mengorbankan alam demi kepentingannya sendiri. Alam semakin dieksploitasi sehingga alam sering dipandang hanya sebagai sarana atau alat bagi manusia. Padahal kerja itu akan menjadi bermakna apabila manusia “memanusiakan” dunia sehingga lingkungan alam yang “dimanusiakan” itu pada akhirnya memanusiakan manusia. Manusia melalui kerjanya yang secara tidak terkendali mengeksploitasi alam demi kepentingannya sendiri tanpa mempedulikan kerusakan alam yang terjadi. Karl Marx mengatakan bahwa ketika manusia pertama kali memetik buah yang terlarang, ia menggunakan tangannya sebagai alat genggam. Manusia jatuh dalm dosa karena tindakannya. Persoalan inilah yang menarik bagi penulis untuk membahasnya secara mendalam pada paper ini. II. Panggilan Kerja Manusia A. Latar Belakang Biblis Manusia adalah mahkluk yang bekerja. Hal ini mau menandaskan bahwa kerja tidak dapat dipisahkan dari hidup manusia, sebab sejak awal mula manusia telah dipanggil untuk bekerja. Panggilan terhadap manusia untuk bekerja didasarkan pada Kitab Suci khususnya Kitab Kejadian. Di mana Allah pertama-tama menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Ketika Allah menciptakan manusia – laki-laki dan perempuan - Ia Befirman: “Sungguh amat baik”. Lalu Allah meberkati mereka, dan berfirman: “Beranak cuculah dan bertambah banyak; taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Memang perintah untuk bekerja tidak secara eksplisit dinyatakan dalam ayat-ayat Kitab Kejadian tersebut. Tetapi, dari ayat-ayat tersebut kita dapat menemukan perintah yang mengacu pada kerja, yakni perintah yang harus dilaksanakan di dunia sebagai Citra Allah. Dengan melaksanakan perintah itu, manusia memerankan Allah yang bekerja. Kerja merupakan pelaksanaan perintah Allah yang dinyatakan dalam alam ciptaan Tuhan. Dengan demikian, kerja adalah kodrat manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri. Kerja merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dari makhluk ciptaan yang lain, sebagaimana ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya, Laborem Exercens. Dalam ensiklik tersebut, ia menegaskan bahwa hanya manusialah yang bekerja dan tidak setiap kegiatan untuk melestarikan hidup disebut kerja. Melalui karyanya, manusia mengisi dan mengembangkan dirinya di dunia. B. Kerja Sebagai Partisipasi dalam Ciptaan Allah Manusia diciptakan oleh Tuhan di dunia ini supaya ia menjadi manusia yang lebih manusiawi. Manusia juga diciptakan untuk mewakili Tuhan pada mahkluk-mahkluk lain. Hal ini bisa diwujudkannya dengan dan dalam pekerjaan. Manusia diberi tugas bersama dengan orang lain untuk membangun dunia secara lebih manusiawi. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa, manusia melalui kerja tangan maupun teknologi mengolah alam, harus berusaha agar dapat menghasilkan buah sebagai yang layak bagi umat manusia. Dengan demikian, manusia sadar melaksanakan perintah Allah yang dimaklumkan pada awal mula, yakni menaklukkan dunia serta menyempurnakan alam ciptaan alam dan mengembangkan dirinya. Kerja sebagai partisipasi dalam karya ciptaan Allah nyata dalam kebenaran asasi manusia, yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Kenyataan itu didasarkan pada Kitab Suci, Kitab Kejadian, yang memuat karya ciptaan Allah dalam bentuk “kerja” yang dilakukan Allah selama enam hari, dan pada hari yang ketujuh Ia beristirahat. Pada bab pertama kitab kejadian, kita menemukan bagaimana Allah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Di mana, dalam kitab tersebut diajarkan, bahwa manusia harus meneladani Allah penciptanya melalui kerja, sebab Allah bermaksud menyatakan kegiatan-Nya menciptakan alam dalam bentuk kerja dan istirahat. Oleh karena itu, manusia juga bekerja selama enam hari dan pada hari yang ketujuh beristirahat untuk memuji Allah. Manusia harus memahami bahwa Allah mencipta secara evolutif, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang…” dan masih meneruskan ciptaan dunia. Pengikutsertaan dalam kerja dapat dihayati sebagai suatu keterlibatan diri secara kreatif bersama dengan Allah, untuk melaksanakan rencana-Nya mengenai dunia dan umat manusia. Dengan bekerja, manusia ikut ambil bagian dalam ciptaan Allah, ikut memenuhi kebutuhan sesama saudara, menyumbangkan kegiatannya demi terlaksananya rencana Allah. III. Kerja dan Kerusakan Lingkungan Hidup A. Perubahan Cara Pandang dan Perilaku Pada zaman sekarang ini, semua orang tergoda untuk meningkatkan prestasinya di bidang kerja. Bahaya bahwa rang yang terlelu menekankan kerja akan jatuh pada aktifisme. Dengan demikian, manusia akan melakukan segala sesuatu demi kepentingan sendiri, sering juga dengan mengorbankan alam. Dengan itu manusia tidak hanya jatuh dalam bahaya aktifisme saja melainkan juga jatuh dalam bahaya konsumerisme. Manusia dalam kerjanya terlalu menekankan materi. Maka dengan demikian, alam dieksploitasi secara besar-besaran tanpa meperhatikan keseimbangan dan kerusakan alam yang terjadi. Akibatnya lingkungan alam mengalami kehancuran dan kerusakan yang lebih parah. Kesalahan cara pandang manusia atas perintah Allah: “Beranak cuculah dan bertambah banyak; taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”, melahirkan pola perilaku yang salah terhadap lingkungan hidup. Cara pandang manusia yang salah bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta, hanya manusia yang memiliki nilai dalam dirinya sendiri, sedangkan alam dan segala isinya dipandang hanya sebagai alat atau sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia. Alam dipandang sebagai tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Perilaku eksploitasi dan tidak peduli terhadap alam adalah cara pandang yang keliru. Alam dipandang sebagai tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri, sehingga melahirkan sikap tidak peduli dan bertanggungjawab untuk memelihara dan menjaga alam. Pemahaman manusia yang keliru terhadap dirinya dan alam semesta, lahirlah perilaku kerja yang menyimpang dan bertentangan dengan panggilan Allah untuk bekerja. Dengan demikian manusia kehilangan kesadaran dan tanggungjawab untuk menjaga dan memelihara alam. Cara pandang yang keliru, tanpa sadar manusia telah melanggar kewajiban ontologis alam untuk menunjang kelangsungan hidup manusia. Manusia mementingkan dirinya sendiri yang kebanyakan menyimpang dan tidak sesuai dengan perintah Allah untuk memelihara alam ciptaan-Nya. Padahal kalau dilihat dari konteksnya, yang dimaksudkan Allah dengan ‘berkuasa’ adalah menjaga atau memelihara. B. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi pada abad XVII dan abad XVIII, membawa perubahan besar dalam cara manusia modern. Di dunia barat khususnya memandang alam segabai objek ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan secara nyata menempatkan manusia di atas alam, terpisah dari alam. Manusia lebih diutamakan daripada alam. Dengan demikian, pekerjaan manusia modern yang sekular, mekanistis, memandang dirinya tuan atas alam. Cara pandang semacan ini melahirkan manusia yang eksploitatif, rakus dan tamak terhadap alam. Dengan demikian, alam yang dipertahankan kelestariannya pada akhirnya menjadi rusak karena digunakan sebagai lahan penerapan ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan nampak juga dalam penggunaan alat-alat teknologi moder. Melalui alat –alat teknologi modern, manusia memperoleh keuntungan ganda, hidup manusia semakin mudah dan semakin nyaman. Teknologi melipatgandakan hasil kerja manusia. Akan tetapi, perlu disadari bahwa teknologi juga memiliki daya rusak yang besar terhadap lingkungan alam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil kerja mnusia, membuat alam semakin “tidak berdaya”. Hutan yang begitu indah, gunung yang menjulang tinggi nan megah, padang rumput yang terhampar luas, menjadikan alam kehilangan nilai mitis dan nilai sakralnya akibat kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Pada akhirya, bukan saja keuntungan yang diperoleh manusia melainkan juga kehancuran dan bencana yang tidak dapat dihindarkan lagi. Perusakan lingkungan hidup adalah bentuk penghinaan terhadap persaudaraan atau solidaritas planetaris karena orang tidak lagi menghargai ciptaan-ciptaan. IV. Gerakan Cinta Lingkungan Hidup A. Habitus Baru Yang dimaksudkan dengan habitus baru dalam hubungan dengan lingkungan hidup dan kerja manusia adalah cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak yang baru. Manusia harus meninggalkan konsep atau pandangan lama tentang dirinya, jika selama ini manusia melihat dirinya sebagai penguasa atas alam, maka sekarang manusia harus melihat alam sebagai “sahabat” yang harus dijaga dan dipelihara kelestariannya. Manusia harus melihat bahwa alam dan lingkungan hidup juga mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Dengan merubah cara pandang terhadap alam, manusia berperanserta dan bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara lingkungan hidup. Manusia memiliki tanggung jawab moral terhadap alam, terlepas dari kegunaanya bagi kepentingan manusia. Perubahan cara pandang manusia juga harus sampai kepada inti terdalam alam semesta yakni sebagai ciptaan Tuhan. Manusia harus sampai pada kesadaran bahwa ada yang keliru selama ini, dan perlu membuat perubahan. Singkatnya, pekerjaan manusia mengolah alam harus sampai pada tataran teologis. Pada tataran teologis, manusia harus menyadari bahwa rusaknya alam akibat tindakan manusia harus dipandang sebagai dosa. Di sini, dosa tidak lagi dipandang sebagai rusaknya hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga manusia dengan lingkungan alam. Maka, tidak salah kalau orang memandang bencana itu sebagai hukuman dari Tuhan. Pada bagian ini, harus dipahami bahwa Kitab Kejadian dan kitab-kitab lain dalam Kitab Suci memberikan pemahaman bahwa bencana yang terjadi memiliki hubungan yang erat dengan keserakahan manusia. Oleh karena itu, pertobatan ekologis harus menyertai setiap upaya dan kerja manusia untuk berdamai dengan alam ciptaan. B. Gerakan Menanam Pohon Perubahan cara pandang dan pertobatan ekologis yang telah dilakukan menusia, harus dinyatakan melaui pekerjaan-pekerjaan yang nyata. Aksi nyata ini bisa direalisasikan lewat menanam pohon di pekarangan rumah atau di tempat lain yang memungkinkan untuk itu. Dalam hal ini, “Hutan adalah paru-paru bumi”. Unkapan ini mau menunjukkan bahwa pohon dan tumbuh-tumbuhan hutan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Coba kita bayangkan bagaimana manusia hidup tanpa paru-paru. Tentulah tidak mungkin. Sebagaimana paru-paru sangat penting bagi manusia, demikian juga hutan dan pepohonan hijau bagi bumi dan segala isinya. Manusia hidup dari oksigen yang diberikan oleh pepohonan hijau di sekitar kita. Tumbuhan hijau menyerap karbon dioksida dan memberikan oksigen untuk kelangsungan hidup manusia. Apabila kekurangan pohon, jumlah karbon dioksida (CO2) di udara meningkat sebagai efek dari rumah kaca. Sangat disayangkan bahwa pepohonan hutan yang sangat bernilai bagi manusia, ditebang secara tidak bertanggungjawab. Dikatakan bahwa, konsumsi pohon dunia antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin kurang lebih hampir sama: negara-negara miskin menggunakannya untuk mempertahankan hidup, sedangkan negara-negara kaya menggunakannya terutama untuk barang-barang mewah (untuk konstruksi 75% dan untuk kertas 87, 5%). Jumlah pemakaian pohon seperti itu bukanlah jumlah yang sedikit. Kiranya dengan melihat perbadingan ini, kita semakin tergerak hati untuk lebih banyak menanam pohon. Dalam hal ini, kita patut berterima kasih kepada organisasi-organisasi, sekolah, universitas atau kelompok masyarakat tertentu yang peduli terhadap lingkungan hidup, mengadakan reboisasi dan merawatnya hingga bertumbuh besar. Oleh karena itu, marilah kita bertindak bersama dengan memanam lebih banyak pohon. V. Penutup Lingkungan hidup yang asri adalah tempat yang indah dan nyaman untuk didiami manusia seturut rencana Allah. Manusia melalui pekerjaan-pekerjaannya, harus memandang alalm sebagai ‘sahabat’ dan bukan senagai ‘musuh’. Manusia harus merubah cara pandang yang lama tentang dirinya dan tentang alam. Alam juga memiliki nilai dalam dirinya sendiri seperti manusia. Manusia menggunakan alam untuk kelangsungan hidupnya seharusnya juga menjaga dan memeliharanya. Dalam mengusahakan alam, kita tidak boleh serakah. Inilah tuga bagi manusia seluruhnya. Manusia dalam mengolah alam, harus memikirkan juga generasi manusia yang akan datang. Masalah lingkungan hidup adalah juga menyangkut nasib hidup seluruh kehidupan di planet bumi ini. Lingkungan hidup adalah masalah hidup kita bersama kelak di kemudian hari. Oleh karena itu, marilah kita tanamkan kembali rasa cinta terhadap lingkunga hidup, terhadap alam dengan tindakan nyata. Marilah kita bertindak sekarang atau memilih musnah bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar