Kamis, 16 Februari 2012

LEBUR TANPA LARUT

Bacaan I : Yak 3:1-10

Bacaan Injil : Markus 9:2-10


Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus…, BAYANGKAN begini: sekelompok orang berbeda keyakinan, berbeda pula latar belakang budayanya, bertemu lalu tinggal dan bekerja di tempat yang sama. Apa kira-kira yang akan terjadi?
Ada dua kemungkinan. Pertama akan tercipta suatu hubungan yang harmonis; saling membangun dan saling melengkapi. Yaitu ketika mereka saling menerima dan menghargai perbedaan di antara mereka sendiri. Kedua, sebaliknya justru akan terjadi ketegangan. Yaitu kalau mereka tidak bisa menerima perbedaan yang ada, lantas saling menuntut untuk menjadi sama, masing-masing menganggap apa yang lain sama sekali jelek dan tidak ada kebaikannya.
Seperti juga kita di PRODI. BIOLOGI ini. Kita semua yang hadir di sini, datang dari latar belakang budaya yang berbeda, bahasa, dan agama. Kondisi ini bisa menjadi suatu kekayaan yang mempesona. Ibarat lukisan yang terdiri dari berbagai warna, masing-masing warna memiliki keindahannya sendiri. Atau ibarat sebuah taman yang di dalamnya terdapat bermacam-macam jenis bunga. Setiap bunga memiliki tempat dan kekhasannya sendiri. Saling mengisi, saling melengkapi. Indah sekali.
Akan tetapi kemajemukan juga potensial menjadi masalah, bahkan malapetaka. Yaitu kalau perbedaan tidak diberi tempat, dan keseragaman dijadikan tujuan. Segala cara ditempuh agar semua orang menjadi sama. Maka kriteria sesama adalah mereka yang sama, sealiran, atau segolongan.
Akibatnya kita semakin berkotak-kotak. Batas kita dan mereka semakin jelas dan tegas. Kehidupan menjadi penuh sekat. Ada sebuah anekdot, seorang pemuda naik sepeda motor. Karena tidak hati-hati ia menabrak tiang listrik, jatuh di trotoar, dan meraung-raung kesakitan. Datang seorang tua hendak menolong. Tetapi sebelum menolong, ia malah bertanya, “Kamu Kristen atau bukan?” dijawab Kristen, masih ditanya, “Kristenya katolik atau protestan?”. Dijawab Protestan, masih juga ditanya, “Protestannya, GKI (Gereja Kristen Indonesia) atau Pentakosta?”.
Bapak, ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, jika terjadi demikian, maka terjadilah hukum rimba; yang kuat memperbudak yang lemah, atasan menidas bawahan. Homo Homini Lupus, manusia menjadi serigala bagi sesamanya.
Nah.., demikian juga kita di sini, bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih. Dalam PRODI. BIOLOGI kita dipersatukan dari keanekaragaman tersebut. Kita diajak untuk bekerja sama dalam membagun Universitas tercinta ini.
Dalam perjalanan waktu, kita akan dihadapkan pada suatu tugas yang harus kita emban. Ada di antara kita yang mungkin akan menjadi kerktor, pembantu dekan, dosen biasa dan sebagainya. Seandainya kita mendapat jabatan tinggi atau pun tidak, apa yang harus kita lakukan?
Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus.., Injil hari ini dengan jelas mengajarkan apa yang harus kita lakukan. Berada di puncak sebuah gunung yang tinggi sungguh menjanjikan sebuah kenikmatan tersendiri. Walaupun dengan susah payah untuk mencapainya, kita tetap berusaha untuk mencapai puncak gunung itu. Keletihan akan sirna apabila kita telah mencapai puncak. Dari ketinggian, kita dapat melihat keindahan alam yang terhampar luas di bawah sana. Keindahan terbentuk akibat percampuran aneka warna dan bentuk. Semuanya berpadu dalam satu keindahan yang menakjubkan.
Pengalaman puncak dapat membuat orang tidak mau turun lagi. Hal ini disebabkan karena keindahan, ketenangan dan kesejukan, dibrikan di sana tanpa batas. Di puncak orang akan jauh dari segala kegelisahan. Akan tetapi, mau tidak mau kita harus turun lagi. Kita tidak bisah tinggal tetap di atas. Walaupu demikian, pengalaman indah yang singkat itu cukup memberikan kekuatan kepada kita untuk turun dari gunung dan melanjutkan perjalanan hidup di lembah kehidupan.
Yesus menyatakan kemuliaan-Nya di atas gunung. Para murid yang menyertai Dia menyaksikan hal itu dan mereka diliputi sukacita. Pengalaman yang indah itu, membuat mereka enggan untuk turun, sebab mereka ingin mengalami itu selamanya. Tetapi, awan segera meliputi mereka, suatu tanda bahwa belum waktunya bagi mereka untuk menikmati hal itu selamanya.
Pengalaman itu merupakan suatu gambaraan akan kemuliaan Yesus yang sebenarnya setelah ia ditinggikan di kayu salib di puncak bulit Golgota. Para murid harus segera turun. Dari ketinggian kembali ke lembah, tempat mereka hidup sehari-hari. Bermodalakan pengalam bersama Yesus, para murid harus bersaksi bahwa Allah juga akan meninggikan setiap orang yang berkenan kepada-Nya.
Semoga momen hari ini merupakan langkah awal bagi kita untuk mendaki gunung Tuhan lewat kerja sama, saling membantu, dan saling bergandengan tangan; untuk terus berjuang membagun perguruan kita ini ke arah yang lebih baik. Sebagaimana dikatakan oleh St. Frasiskus Asisi…, “Mari kita mulai lagi, sebab sampai saat ini kita belum berbuat apa-apa”. Semoga… AMIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar