Kamis, 08 Maret 2012

CAHAYA: SIMBOL KEHADIRAN ALLAH (Oleh: Erick Sila)

I. Pengantar
Menurut Kitab Suci, pengalaman rohani yang dialami seseorang bukanlah pengalaman tentang Allah, tetapi pengalaman akan Allah. Pengalaman akan Allah merupakan suatu pemberian gratis dari Allah sendiri. Allah yang taransenden turun dan masuk ke dalam sejarah hidup manusia.
Allah yang transenden menyingkapkan diri-Nya melalui sabda-Nya yang hidup. Allah telah nyata dalam sabda-Nya dan sabda itu adalah Allah sendiri. “Pada mulanya adalah Firman; firman itu bersama-sama dengan Allah dan firman itu adalah Allah” (Yoh 1:1). Inilah yang digambarkan secara simbolis dalam berbagai macam sistim simbol yang tetap, indah, dan mengagumkan.
Salah satu simbol kehadiran Allah adalah cahaya. Simbol cahaya merupakan kehadiran Yang Ilahi sebagaimana dikatakan dalam kultur dan Kitab Suci. Pengalaman akan cahaya ilahi tidak dapat dielakan dalam sejarah hidup manusia. Cahaya itu merupakan anugerah. Tidak ada orang yang dapat membangkitkannya atas usaha manusia.
Melalui cahaya ilahi, manusia terpukau dan tercengang sehingga ia tidak bisa menutup diri dari-Nya. Sebab “dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yoh 1:4-5).
Cahaya ilahi memiliki daya kekuatan yang memukau dan menggetarkan. Dalam kekaguman itu, manusia membuka diri bagi daya ilahi itu, untuk di tuntun dan dibimbing menjadi “manusia Allah”.

II. Pengalaman Cahaya
A. Pengalaman Cahaya dalam Kitab Suci
Jika kita membaca Kitab Suci, kita akan menemukan banyak sekali perikop yang berbicara mengenai cahaya. Cahaya ilahi yang menyelimuti orang-orang yang mencari dan membaktikan diri kepada-Nya dengan setia. Dalam pengantar Injil Yohanes, penulis mengemukakan bahwa cahaya sejati yang menerangi setiap orang datang ke dunia (Yoh 1:1-9). Paulus mengalami cahaya yang menyilaukan melebihi cahaya matahari siang, yang mencampakkan Paulus dari atas kudanya ketika ia dalam perjalanan menuju ke Damsyik (Kis 9:3).
Seorang teolog, Gregorius Palamas mengatakan bahwa peristiwa cahaya yang paling besar adalah peristiwa Alih Rupa (Transfigurasi) Yesus. Di atas gunung, Yesus berubah rupa di hadapan Petrus, Yakobus dan Yohanes. Cahaya putih berkilauan memancar dari tubuh Yesus dan menyelimuti ketiga murid itu.
Melalui cahaya Kristus, para murid melihat kemuliaan-Nya. Dalam kekaguman yang luar biasa, Petrus tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hanya berkata “Tuhan, alangkah bagusnya jika kita tinggal di sini!” (Luk 9:33). Cahaya ilahi yang tersembunyi, kini dengan ajaib memancarkan sinar. Dalam peristiwa ini, para murid turut mengambil bagian dalam pengalaman mistik Yesus.


B. Pengalaman Cahaya Santo – Santa
Pengalaman cahaya adalah suatu proses. Hal pertama ialah ada sesuatu kekuatan di luar manusia. Pengalaman akan kekuatan semacam inilah yang dialami oleh beberapa santo dan santa.
Cahaya itu berasal dari Yang Ilahi. Palamas mengatakan bahwa banyak santo dan santa juga mengambil bagian dalam pengalaman mistik Yesus. Mereka menerima cahaya dari Kristus dan memancar di hati mereka. Pengalaman cahaya ini, menjadikan mereka melihat rahasia Allah yang belum dinyatakan sebelumnya.
Pengalaman cahaya yang juga dialami oleh para rasul diwartakan kepada kita. Dengan demikian, kita disadarkan dan dibangkitkan untuk melihat bahwa Yesus adalah terang dunia. Berikut kita akan melihat secara singkat pengalaman cahaya santo-santa.
Yang pertama, St. Yohanes dari Salib. Yohanes dari Salib memiliki pengalaman cahaya yang luar biasa. Cahaya rohani yang berkobar-kobar di dalam hatinya meluap ke indra sehingga mengakibatkan kegembiraan besar dan juga penderitaan besar. Luka rohani yang mendalam menyebapkan luka fisik. Inilah yang dimaksudkan oleh Yohanes dari Salib mengenai stigmata.
Yang kedua, Agustinus dari Hippo. Agustinus memberikan kesaksian bagaimana ia memasuki ruang batinya yang paling dalam melalui tuntunan Allah. Dalam suasana itu, ia melihat cahaya yang dinamis melebihi segala cahaya dan cahaya itu tak sanggup ditahan oleh mata indra ataupun mata roh. Agustinus menyebut cahaya itu sebagai cahaya tak tercipta:

Cahaya itu ada di atas saya karena cahaya itu adalah cahaya yang membuat saya; cahaya itu ada di bawah saya karena saya diciptakan olehnya.

Yang ketiga, St. Theresia dari Avilla. Theresia Avilla berbicara mengenai cahaya yang berbeda dari cahaya yang biasa kita lihat. Ia melihat cahaya itu sebagai cahaya Yesus yang dimuliakan dan juga tubuh orang-orang kudus yang dimuliakan.
Pengalaman akan cahaya ilahi oleh para santo dan santa ini merupakan penampakkan kasih Allah. Ini adalah sebuah anugerah gratis dari Allah. Pertama-tama harus disadari bahwa Allahlah yang bertindak. Sesuatu yang transenden kini dapat dikenal lewat penyataan diri-Nya.

III. Penutup
Keilahian yang tersembunyi kini secara ajaib memancarkan sinar. Yesus selalu memancarkan sinar-Nya ke dalam dunia. Melaui cahaya itu, setiap orang diajak ikut ambil bagian di dalamnya.
Pengalaman cahaya Ilahi sangat didambakan oleh setiap umat. Bukan hanya santo dan santa saja atau para pemimpin umat yang mendambakannya. Kalau dalam Perjanjian Lama para nabi yang dapat bertemu langsung dengan Tuhan; dalam Perjanjian Baru, Yesus sendiri berjanji akan berdiam di dalam hati setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Semua orang akan dapat melihat kemuliaan Allah yang bersinar cemerlang bagaikan matahari. Semua orang akan mendapat impian, semua orang akan mendapat tanda-tanda lain dalam pengalaman akan Allah. “Maka sebagai anak-anak terang kebenaran jauhkanlah dirimu dari segala perpecahan dan ajaran yang sesat; dan dimana Uskupmu ada ikutilah dia, bagaikan domba mengikuti gembalanya. Setiap orang yang menjadi milik Allah dan Yesus Kristus, berdiri di sisi Uskupnya” (Ofisi, Pekan Biasa 17, hlm. 127).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar