Kamis, 24 November 2011

KEBANGKITAN KRISTUS: SEBUAH PERISTIWA IMAN (Oleh:Erick Sila)

KRISTOLOGI I. Pengantar Titik tolak iman Kristiani yang diajarkan oleh para rasul adalah tentang kebangkitan. Inti pewartaan yang diajarkan oleh para rasul adalah bagaimana iman yang dialami bersama Sang Guru, Yesus Kristus. Berbicara tentang kebangkitan tidak semudah membalik telapak tangan. Peristiwa kebangkitan sangat sulit dipahami sehingga menimbulkan perdebatan baik di kalangan umat Kristiani sendiri maupun yang bukan umat kristiani. “Hal ini sudah terjadi sejak pewartaan Santo Paulus (1 Kor 15) dan tiada kunjung hentinya seperti yang tampak dalam (2 Tim 2:18), “Yang telah menyimpang dari kebenaran dan mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung dan dengan demikian merusak iman sebagian orang”. Seandainya pada saat itu orang membawa kamera foto atau fidio dan mengabadikan peristiwa kebangkitan Yesus itu, maka tidak akan ada perdebatan semacam ini, kecuali para murid yang mengalami pengalaman itu. Perlu dipahami bahwa kebangkitan Yesus bukanlah pertama-tama sebagai suatu kenyataan historis semata, sebab tiada suatu pun istilah yang mampu mengungkapkan secara tuntas dan penuh realitas kebangkitan Yesus itu. Mengapa? Sebab kebangkitan Yesus merupakan peristiwa iman. Maka berdasarkan argumen di atas, maka timbul pertanyaan besar bagi kita. Bagaimana para Rasul dan Gereja Perdana bersaksi atas kebangkitan itu? apa fakta historis yang kita miliki tentang kebangkitan Yesus itu? Apakah kebangkitan Yesus hanya meupakan isapan jempol belaka dari para rasul? Pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai iman Kristiani semacam inilah yang membuat penulis tertarik untuk membahasnya secara umum dalam paper ini. II. Yesus Bangkit dan Dibangkitkan Pertama-tama harus dipahami bahwa kebangkitan bukan berarti mayat yang hidup kembali, seperti yang dialami pemuda dari Naim, anak Yairus ataupun Lazarus yang dulu dibangkitkan Yesus dari mati. Mereka akhirnya mati lagi dan tidak demikian untuk Yesus. Setelah Yesus bangkit dari dari antara orang mati, Ia tidak mati lagi: “maut tidak berkuasa lagi atas Dia” (Rom: 6:9). Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa kebangkitan merupakan sesuatu yang “menghidupkan kembali”. Perjanjian Lama mau mengatakan bahwa kebangkitan itu bukan kebangkitan dari mati melainkan sebagai suatu pemulihan kembali atas penyakit keras yang diderita oleh seseorang. Penyakit keras merupakan sesuatu yang membawa manusia kepada kematian. Maka ide kebangkitan dalam Perjanjian lama belum ditampakkan secara jelas. Ide lain mengenai kebangkitan juga ditampakkan dalam kitab 1 dan 2 2 Raja-raja. Kitab 1 dan 2 Raja-raja melukiskan kebangkitan sebagai kehidupan kembali tubuh setelah kematian (bdk 1 Raj 17:17-24 dan 2 Raj 4:18-21). Dalam kitab ini ide kebangkitan belum ditampakkan secara jelas namun dapat dilihat di sini bahwa Yahwelah yang berkuasa atas kematian. Kematian dianggap sebagai sesuatu yang menghancurkan hidup manusia. Kedua, kata kebangkitan merupakan sebuah metafora atau kata kiasan. Kata kiasan kebangkitan dipinjam dari kedaan orang yang tertidur, lalu bangun, bangkit atau dibangunkan. Dikatakan bahwa sebelum Yesus pun kata kiasan ini sudah dipakai. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa bukan semua orang mengalami kebangkitan Yesus. Mereka hanya mengetahui, sebab dapat diamati setiap orang bahwa Yesus benar-benar mati dan dikuburkan (bdk 1 Kor 15:4). Oleh karena itu, dibuatlah “jembatan penghubung” dengan menggunakan kata kiasan Yesus bangkit atau dibangkitkan. Dalam Surat-surat Paulus sering kali dikatakan bahwa Yesus dibangkitkan oleh daya kekuata Roh atau Allah sendiri (bdk Rom 4:24-25; 6:4; 10:9, Efesus 1:2 dll). Akan tetapi, dalam Injil Lukas dan Markus dikatakan bahwa Yesus bangkit (bdk Luk 24:7, 46 dan Mrk 8:31; 14:28). Semuanya ini dilihat dari sudut pandang masing-masing penulis. Penulis memiliki sudut pandang yanmg berbeda-beda namun satu dalam isi yakni Yesus yang bangkit. Kalau dilihat dari sudut pandang siapa yang menyebabkan Yesus bangkit, maka harus dikatakan bahwa: Yesus dibangkitkan oleh Allah. Sebab Yesus yang mati tidak berdaya sama sekali karena memang orang mati tidak memiliki kekuatan apa-apa lagi untuk hidup, memulai lagi suatu hidup yang baru. B. M. F. Van Iersel dalam bukunya: Yesus itu Kristus mengatakan bahwa bukan Yesus yang merupakan pokok kalimat, tetapi Allah. Dikatakan bahwa: Allah telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati. Akan tetapi, kita harus satu dalam kebenaran akhir bahwa Yesus yang tadinya mati kini telah bangkit. Yesus yang telah bangkit hidup untuk Allah, maut tidak berkuasa lagi atas Dia (bdk Rom 6:9). Karena itu, dalam Mat 28:16 hanya menampilkan peristiwa pasca-kebangkitan yakni Yesus yang bangkit ditinggikan, menunjukkan otoritas-Nya. Tetapi dalan Injil Yohanes, peristiwa ini merupakan asosiasi terdekat dan signifikan dari Salib, kebangkitan dan pengiriman Roh. Maka inti kebangkitan Yesus mau menyatakan bahwa Yesus yang tadinya mati tak berdaya kini telah hidup. Yesus yang di dunia benar-benar mati dan dari kematian itu, Ia beralih masuk kedalam suatu keadaan yang sama sekali lain. “Andai kata Kristus tudak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1 Kor 15,13). Perlu disadari bahwa walaupun Ia tidak bersama-sama lagi dengan kita (secara faktual) namun ajaran-Nya, Teladan-Nya dan apa yang diperjuangkan-Nya tetap relevan dan berpengaruh aktif dalam sejarah, sejauh sejarah itu menyangkut keselamatan umat manusia. III. Kesaksian Para Murid Perjanjian Baru menyampaikan pewartaan tentang Yesus yang bangkit. Bentuk pewartaa pewartaannya pun berfariasi. Pewartaan akan kebangkitan Yesus muncul tidak lama setelah pengalaman akan kebangkitan Yesus tersebut. Pewartaan tentang Yesus yang bangkit tersimpan dalam tradisi-tradisi yang hidup dalam lingkungan orang Kristen. Salah satu tradisi pewartaan yang dapat kita lihat misalnya dalam Kis 1:12. Perlu diketahui bahwa pewartaan Perjanjian Baru mengenai Yesus yang bangkit bukanlah semata-mata sebagai sebuah laporan sejarah yang dapat dilihat dan diteliti secara empiris, melainkan sebagai peristiwa iman Gereja perdana. Itulah sebabnya para murid mewartakan Yesus yang bangkit bukan berdasarkan fakta historis-faktual dan rasional, melainkan mereka mewartakan Yesus yang bangkit sebagai suatu kesaksian iman sebab, “tentang hal itu kami adalah saksi” (Kis 2:32). Kesaksian mengenai kebangkitan juga datang dari kaum perempuan. Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome yang kepada mereka Yesus juga menampakan diri setelah Ia bangkit dari mati. Akan tetapi, Perempuan dalam tradisi Yahudi dianggap sebagai sumber dosa. Kesaksian kaum perempuan dianggap palsu. Wanita tidak dapat menjadi saksi resmi, sehingga tidak mendukung pewartaan tentang kebangkitan. Inti pokok dari pewartaan para murid adalah pengalama akan kebangkitan Yesus setelah Ia menderita sengsara dan wafat. Allah telah membangkitkan Putera-Nya dari antara orang mati (bdk 1 Tes 1:10) dan bahwa para murid telah melihat Tuhan (Yoh 20:25) setelah Ia menderita sengsara dan wafat. Maka ditegaskan bahwa “… yang benar ialah bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati” (1 Kor 15:20). IV. Fakta Historis Kebangkitan Yesus A. Makam Kosong Cerita mengenai “makam kosong” dapat kita temukan dalam Perjanjian Baru khususnya dalam keempat Injil (bdk Mat 28:1,5-7; Luk 24:1-11; Mrk 16:1-8; Yoh 20:1-10, 11-13). Kisah mengenai “makam kosong” ini memiliki tujuan yang sama seperti kisah-kisah mengenai penampakan. Keyakinan itu terungkap dari umat Kristen perdana bahwa Yesus yang mati kini telah hidup. Keyakinan akan kebangkitan Yesus bukanlah hasil rekayasa manusia melainkan sebuak kebenaran objektif yang datang dari Allah. Pengakuan iman akan kebangkitan Yesus terdapat dalam Perjanjian Baru diteruskan oleh Gereja perdana. Oleh karena itu, apabila kita mengakui bahwa Kristus adalah Tuhan maka kita juga harus mengakui bahwa “Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati” ( bdk 10:9). Dalam katekismus Kristologi dilukiskan empat dari enam macam kisah mengenai “kubur kosong” mengenai peristiwa kebangkitan yakni: (1) Mrk 16:1-8, dalam ay. 1-8 mengisahkan penemuan “makam Kosong” oleh para wanita yakni Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome dan warta paskah: “Ia telah bangkit! Ia tidak ada di sini. Setelah mendengar itu, mereka berlari dan tidak mengatakan apa-apa kepada orang lain atau para murid karena “mereka takut”. Yang mereka ceritakan hanyalah janji dari malaikat bahwa Petru dan para murid yang lain akan melihat-Nya di Galilea. (2) Mat 28:1-20, juga mengisahkan ditemukannya “makam kosong” dan “warta paskah, “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya (ay. 1-8). (3) Luk 24:1-35, juga ditemukannya “makam kosong” dan “warta paskah”, Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit (ay. 1-12). (4) Yoh 20:1-29, mengisahkan juga mengenai ditemukannya “makam kosong”. Kisah mengenai “kubur kosong” yang membuktikan bahwa Yesus sungguh-sungguh bangkit kurang akurat dan terpercaya untuk dijadikan sebagai pegangan iman. Sebab argumen mengenai “kubur kosong” yang membuktikan bahwa Yesus bangkit sangat lemah. Akan tetapi argumen-argumen ini tidak boleh diabaikan, sebab orang-orang Yahudi yang begitu gencar menetang kebangkitan pun tidak dapat membuktikan bahwa kubur Yesus tidak kosong; yang menemukan bahwa Yesus masih berbaring di sana. Semua ketakutan dan keraguan para murid akan kebangkitan Yesus menjadi sirna ketika mereka berjumpa dengan Yesus Kristus yang mulia. Oleh karena itu, sampailah kita pada kesimpulan akhir bahwa “kubur kosong” bukan karena mayat Yesus dicuri melainkan Ia telah bangkit dengan mulia. B. Penampakkan-penampakkan Yesus Tradisi telah mengatakan bahwa tidak seorangpun yang melihat secara langsung bagaimana Yesus bangkit. Oleh karena itu, kebangkitan bukan merupakan suatu kenyataan historis-faktual melainkan sebuah peristiwa iman. Perjanjian Baru mengatakan bahwa Yesus ditampakkan, tampak, menampakkan atau menampakkan diri. Kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul menyatakan secara realistis bagaimana Yesus yang bangkit menampakkan diri-Nya kepada para murid. Dikatakan bahwa Yesus sempat makan dan minum, mengadakan perjamuan, memperlihatkan tangan, kaki, dan sisi-Nya yang terluka dan sebagainya. Kisah mengenai kebangkitan Yesus dinyatakan kepada para wanita melalui seorang malaikat bahwa Yesus telah bangkit (bdk Mat 28:1-8), penampakkan kepada kesebelas murid di Galilea (bdk Mat 28:16-17), penampakkan Yesus kepada dua orang murid dalam perjalanan ke Emaus (bdk Luk 24:13-35), penampakkan di Yerusalem (bdk Luk 24:36-43), penampakkan kepada para murid ketika Thomas tidak hadir (bdk Yoh 20:19-23), penampakkan kepada para murid ketika Thomas hadir (bdk Yoh 20:24-29), penampakkan tujuh murid di Galilea (bdk Yoh 20:30-31), dan tiga penampakkan Yesus di Yerusalem pada hari Minggu Paskah (bdk Mrk 16:9-11, 12-13, dan 14-18). Kisah-kisah penampakan ini apababila dibaca dengan teliti maka kita akan menemukan unsur keanehan dalam realitas kebangkitan tersebut. Dikatakan bahwa tiba-tiba Yesus tampil dan menghilang, Ia juga bahkan tidak terhalang oleh pintu-pintu yang terkunci sekalipun. Yang paling aneh lagi bahwa Yesus tidak dikenal oleh para murid-Nya sendiri, kecuali setelah Ia memperkenalkan diri-Nya kepada mereka. Maka jelaslah bagi kita bahwa Yesus yang telah bangkit tidak kembali ke bumi melainkan kembali bersatu dengan Bapa-Nya. Ia telah beralih dari dunia ini ke dunia yang sama sekali lain. Itulah sebabnya kebangkitan itu tidak dapat diamati, dipotret dengan kamera foto ataupun difilmkan. V. Penutup dan Refleksi Ada orang yang merasa bingung dan tidak mengenali kehadiran-Nya setelah ia bangkit. Mereka adalah Maria Magdalena, Simon Petrus dan murid lainya yang di kasihi Tuhan; murid yang lain mungkin juga termasuk kita semua umat beriman. Maria Magdalena datang ke kubur dan hanya melihat dari luar. Simon Petrus dan murid yang dikasihi Tuhan lari ke kubur dan melihat hal yang sama tetapi hanya satu yang “melihat dan percaya”. Mengapa terjadi demikian? Jelas di sini bahwa kita tidak boleh putus asa. Pertanyaan kita ialah mengapa murid yang lain percaya? padahal mereka juga tidak berjumpa dengan Yesus seperti yang dialami oleh Maria Magdalena dan simon petrus. Dalam hal ini teks tidak mengatakan apa-apa. Yang pasti bahwa ia percaya akan sesuatu tentang Yesus yang bangkit. Kita tentu berpikir bahwa, merenungkan dan juga meyakini bahwa Yesus yang pernah membangkitkan Lazarus pasti juga bisah membangkitkan diri-Nya. Bagi orang yang percaya, Yesus hanya beradu dalam kubur tetapi tidak mungkin tinggal di antara orang mati karena Ia adalah Allah yang hidup. Karena kuasa-Nya itu, Ia meskti bangkit kembali. Kristus yang bangkit, “di manakah Dia?”. Murid yang dikasihi Tuhan mulai masuk dalam suatu permulaan misteri paskah: “Tuhan hidup dan berada di antara kita”. Tetapi mereka tidak bisah melihat-Nya. Para murid hanya melihat tanda-Nya. Dia telah masuk ke dalam kubur dan melihatnya lebih dalam. Murid itu merenungkan peristiwa salib dan pemakaman. Sementara Petrus belum mengalami hal itu karena ia hanya melihat dari luar saja, yakni hanya tinggal pada kubur kosong. Lalu kapan kita orang beriman mengalami misteri paskah seperti yang dialami oleh murid yang dikasihi-Nya itu? Kalau kita mengerti Kitab Suci, merenungkannya dan menyimpannya dalam hati, mungkin kita akan mengalami tanda-tanda kehadiran Kristus yang bangkit. Sejak semula Allah telah menentukan orang-orang-Nya untuk menjadi saksi kebangkitan putera-Nya. Kitapun dipilih Allah untuk menjadi saksi-saksi hidup untuk mewartakan kebangkitan Tuhan. Yesus telah bangkit dengan jaya, yesus telah menang atas maut. Dengan iman, harapan dan kasih kita yakin bahwa Yesus pun akan membagkitkan kita untuk mengambil bagian bersama-Nya dalam kebahagiaan kerajaan Bapa-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar